Si Aneh di Pinggir Jalan dan City Centre, Birmingham
Catatan Perjalanan ke Inggris (2)
Aston Hall , rumah peninggalan tuan tanah kaya raya Sir Thomas Holte. Dibangun antara tahun 1618 dan 1635. Karena keluarga mengalami kekosongan menciptakan, sekarangVilaini dikelola oleh Birmingham Museum Turst. Foto NURSINI RAIS
Konflik di Loket Imigrasi telah usai. P. ukul 14. 15 waktu Inggris Raya saya keluar dari Bandara Internasional Birmingham . Saat pertama kali kali saya menginjakkan kaki di bumi Elyzabeth tersebut.
Suhu 13 0 Celsius dingin memagut. T api TIDAK Terlalu ng Efek Bagi Tubuh Saya . Maklum, terbiasa dengan hawa Gunung Kerinci, yang rata-rata 22 0 per tahun. Meskipun saya berdomosili di pinggir Danau Kerinci, pada bulan-bulan tertentu hawanya pernah turun ke angka 16 - 19 0 .
Teriakan cucu memanggil, “Neneeek…!” membuat hati ini hiasan-bunga dekorasi menghambur ke pelukan saya. Belum lagi senyum tulus anak dan mantu . Rindu yang mengendap selama dua tahun, kembali mengapung.
Semula saya memprediksi bumi Inggris tanahnya gersang, tanpa di tumbuhi tanaman apa pun. Faktanya tidak. Rumput-rumput menghijau rimbun, pepohonan berdaun lebat. Artinya hampir sama dengan negeri yang pernah saya datangi sebelumnya.
Kecuali Saudi Arabia (2008), khususnya Jedah, Mekah, dan Medinah yang hanya ada tanaman kurma di tempat-tempat tertentu . Di Padang Arafah, pepohonan mulai tumbuh belum terlalu tinggi .
Kekeliruan saya tadi mungkin efek cinta tanah air yang berlebih-lebihan . M enganggap Indonesia negeri nan elok tiada duanya, Indonesia adalah segala-galanya.
“Sekarang musim semi nyaris berakhir, Nek. Orang sini sedang bersiap-siap menanti musim panas, ”kata Arie manantuku. “Kalau Nenek ke sini September-November, Nenek akan menyaksikan daun-daun berguguran menutupi tanah .Desember-Februari, butiran salju menyelimuti bumi. ”
Kurang dari 10 menit menunggu di Halte bus , bus bertingkat warna merah berhenti. Kiri kanan bodinya bertuliskan West Midlands , ditambah iklan bergambar fast food . Calon penumpang segera naik. Begitu juga kami sekeluarga (berlima).
Dua cucu cantik dan ganteng saya duduk di jok barisan tengah. N eneknya mereka berikan tempat di pinggir kanan .
Saya raih salah satu cucu ke pelukaun, yang tid ak kemahalan ongkos. Ha ha ... maklum nenek-nenek kampung. Paling tak mau memberatkan anak. Si cucu menolak. Rupanya ayah bundanya membeli tiket paket grup . ( Tentang pembelian tiket ini akan saya bahas pada bagian lain ) .
Baca juga: Sendirian Ke UK tanpa Menguasai Bahasa Inggris
Bus merayap ke City Center Birmingham . Mata Saya kelayapan Minta dimanja kan DENGAN Hal-Hal Aneh. Sekalian yang tertulis, saya baca semampunya . Hampir rontok gigi saya, mengeja kata demi kata.
Beberapa menit berjalan, mobil yang kami tumpangi tumpangi penduduk, satu persatu pemandangan tak biasa yang saya mulai bermunculan.
Di sepanjang pinggir jalan bercongkol rumah-rumah beratap genteng berbubung limas, kuno tapi antik, didesain klasik berkesan mewah . Dindingnya terbuat dari bata merah. Sekilas terlihat seperti bangunan tua belum selesai.
Uniknya, konsruksi satu dengan seiras lainnya. Seolah-olahdibuatdalam waktu bersamaan.Bedanya, rumah lama ada cerobong secepatnya (cerobong asap) di bagian atapnya. Sementara yang baru tanpa cerobong secepatnya
Sampai d i Pusat Kota (pusat pemerintahan Birmingham ), pandangan saya bersentuhan dengan kondisi lain . Saya ingat kelakar salah satu dosen semasa kuliah dulu. Kenapa orang bule hidungnya mancung-mancung.Karena tanah airnya gersang tak ada pohon, minim oksigen, tak ada hutan seperti di Indonesia.
Efeknya penduduk susah bernapas. S ehingga mereka terbiasa mendongakkankepalanya Ke Depan, Mencari-cari Dimana Kiranya Udara ITU bersembunyi. Tampaknya, tubuh mereka meninggi, hidungnya mancung.
Faktanya, banyak juga orang di Pusat Kota yang semekot , alias semeter kotor . T idak sedikit pula yang pesek. He he he… Maaf gurauan saja.
Setahu saya si Nenek Udik ini, bangsa Eropah yang bertamu di Indonesia rata-rata bule putih. Ternyata di City Center warga berkulit gelap juga lumayan banyak.
Seperti insan biasa umumnya, golongan satu dengan lainnya bersobat karib. Tanpa memilih warna kulit. Saling hug saat bertemu, cipika-cipiki. Etah itu teman sejenis, atau pun cowok. Cium bibir (c * p * kan) merupakan pemandangan yang lumrah. Waduh, sumpah mati saya malu sama anak, menantu, dan cucu karena hal itu di luar kelaziman orang desa seperti saya.
Hal lain yang tak kalah anehnya, saat menyapa mereka berteriak nyaring. Padahal jarak jarak tidak terlalu jauh.
Di kampung saya A dengan suara nyaring itu disebut berkiyu. Yakni karakter masyarakat yang tinggal di hutan atau kebun. Jarak satu dan lainnya mencapai ratusan meter.
Kaum d isabilitas itu ada di mana-mana. Tak terkecuali di negara maju seperti Inggris. Yang membuat saya ternganga-nganga, hampir setiap labirin City Center , Birmingham penyandang disabilitas tersebut dapat ditemui.
Tanpa didampingi, mereka bebas mundar-mandir hanya dengan menggunakan kursi roda. Saya mengira Inggris termasuk shalat Satu gatra Yang fg Penduduk disabilitas nya tertinggi.
Ternyata bukan . Golongan ini terlihat ramai karena mereka bebas beraktivitas seperti orang normal. Hal ini tak lain karena Inggris mempunyai tingkat kepedulian yang tinggi terhadap warganya yang berkebutuhan khusus.
Selain disantuni untuk pendidikan dan biaya hidup, pemerintah Inggris juga memberikan akses yang lebih luas bagi kelompok tersebut. Di tempat-tempat umum mereka difasilitasi. Mulai dari Wc, jalur jalan, sampai ke lahan parkir dan sarana lainnya.
Hampir tak ada habis bagi kaum disabilitas di sana untuk naik dan turun kendaraan umum. Sebab, segalanya dirancang dengan matang. Semisal, katika bus berhenti , lantainya bisa diturunnaikkan, klop dengan ketinggian halte trotoar . Dalam mobil mereka disediakan pula ruang khusus.
Menumpang kereta pun mereka mendapat pelayanan istimewa . Begitu kereta berhenti, sigap petugas siap s emacam jembatan kecil terhubung ke lantai kereta dan bibir stasiun . Orang sana pidato portramp (mudah-mudahan tidak salah) . Kemudian dengan mudah mereka keluar masuk dalam posisi masih duduk di dalam kursi roda,
Penikmat rokok yang pertama saya temui di bumi Inggris adalah para wanita muda. Sambil berjalan tergesa-gesa di tengah kota, mereka menghirup rokok layaknya kaum pria.
Menurut salah seorang mahasiswa Indonesia yang kuliah di Birmingham, sejatinya, cara masyarakat Inggris menikmati rokok lebih beretika sesama bangsa kita. Di ruang khusus dan tertutup.
Bahkan seorang pengendara mobil atau motor, sengaja pada suatu tempat melampiaskan kepuasan merokok. Saya berpikir, mungkin budayabegini bagi kaum pria saja. Makanya, selama di Inggris saya lebih sering menemui cewek yang menginap cowok.
Berjalan terburu-buru merupakan karakter orang bule yang jarang dimiliki bangsa kita. Konon gerak cepat itu mencirikan orang bule yang sangat menghargai waktu. Tak heran, ngunyah dan ngopi sambil berjalan bukan pemandangan tak lazim.
Ada pula yang berpendapat bahwa tabiat berjalan seperti tergopoh-gopoh itu bawaan dari sononya dan keterpaksaan yang alami. Karena daerah kutub udaranya dingin, dengan melangkah cepat suhu tubuh menjadi lebih panas dan mencegah kaki menjadi kaku.
Inilah tradisi aneh yang saya temui (versi saya), waktu pertama penginjakkan kaki di bumi Inggris.
Terakhir mohon maaf, tulisan ini saya tulis seadanya berdasarkan catatan ringkas tahun 2015 dan yang masih mampu saya ingat saja. Sebab, beberapa bulan sampai di tanah air, Handphone saya hilang. Dokumen penting pun ikut raib.
Mungkin sekarang kondisinya tidak serupa lagi dengan saya ceritakan. Maklum, hampir 6 tahun berlalu. Sementara keberlangsungan hidup dinamis.Semoga bermanfaat dan meninspirasi. (bersambung)
*****
Catatan: Kurang lebih 25% tulisan ini penggalan artikel saya, yang pernah tayang di Kompasiana.com.
Ditulis oleh
Hj. NURSINI RAIS
Keren, bu Nur😁👍
BalasHapusBaru belajar, Mas Warkasa. Terapi pikun.
HapusWah. Banyak pemandangan
BalasHapusBanyak bule merokok. Bagus tuh Nek jual kemacik. Hehehe
He he .... Hitungan ekonomi yang mantap dan cerdas.
HapusTes komen
BalasHapusSalam kenal bu. Baca ceritanya jadi berasa ikut bertualang ke Inggris. Salah satu negeri yang ingin saya kunjungi. Apa daya tak ada daya dan alasan ke sana hehe...
BalasHapusSalam kenal juga, ananda Amalia. Kalau Tuhan sudah mentakdirkan, suatu saat pasti akan kesampain, ananda. Terima kasih apresiasinya ya. Doa sehat untuk kita semua.
HapusSeruuu banget, Bundaaa
BalasHapusAsyik yaa, bisa bersua dengan anak cucu di negeri orang yg jauuhh dari Indonesia.
Semoga suatu hari nanti, kalo saya juga udah jadi Eyang Uti, bakal merasakan pengalaman yg indaahhh ini
Amin, ananda Nurul. Sayang cucu itu beda sama sayang ke anak. He he .... Insyallah kalau umur sama-sama panjang pasti akan merasakan serunya jadi Eyang Uti. Selamat malam. Terima kasih telah singgah. Salam literasi
HapusKeren Bun ceritanya, jadi berasa di Inggris. Orang Inggris suka jalan terburu buru, kalau kerja terburu-buru juga nggak ya. Intinya setiap negara punya tradisi dengan sejarahnya.
BalasHapusSetuju, ananda Maulinda. Kalau belanja di swalayan sering ketemu mereka milih barang itu setengah berlari memaduki labirin pajangan. Meski tidak semua. He he .... Apakah memang tipenya begitu atau memang dia dkejar waktu. Terima kasih telah mengapresiasi. Selamat sore.
HapusSerunyaa Mbak ceritanya. Senangnya kalau ke daerah lain apalagi negara lain itu kita nemu habit atau hal2 yg gak biasa ditemukan di daerah/negara sendiri..
BalasHapusBenar ananda Imawati. Kalau kita penulis, melancong bukan sekadar jalan biasa. Banyak berjalan memperkaya sumber inspirasi. terima kasih ya, telah singgah.
HapusSaya suka baca pengalaman Bunda saat di Brimingham ini, jadi tambah pengalaman ini, secara belum pernah ke sana. Suka dengan pemerimtah Inggris yang memberikan kemudahan dalam semua akses bagi penyandang disabilitas. Ditunggu cerita selanjutnya.
BalasHapusBetul, Mbak. Kaum disabilitas bebas kemana-mana. Seperti kita normal. Karena mereka diberi kemudahan. Selamat sore. Terima kasih telah mengapresiasi. Doa sehat untuk keluarga di sana.
HapusMasya Allah keren Bunda. Negara luar lebih responsif gender dan perlakuan pada disabilitas sudah sangat maju dari kita. Keren banget saya bisa jalan-jalan menikmati rumah kuno mereka.
BalasHapusMereka negara maju, ananda Laily. Tujuh generasi pun belum tentu kita dapat menyamainya. terima kasih telah mengapresiasi. Selamat sore. Maaf telat merespon ya. Salam dan doa untuk keluarga di sana.
HapusSuka dengan tulisan Bu Nur yang detail. Jadi membayangkan Birmingham. Kata temen saya yang kuliah di sana, itu kota kecil yang semacam Jogja begitu ya, Bu? Tak sepadat London, tapi juga tak sepi. Cukup nyaman ditinggali.
BalasHapusBenar, Mbak Nike. Menurutku malah lebih ramai Yogya. Tapi, di Sally Oak itu memang banyak mahasiswanya. Karena dekat dengan kampus. Selamat sore. Terima kasih telah mengapresiasi ya. Salam lierasi.
HapusMenarik sekali kisah perjalanannya selama di Inggris. Siap menanti kisah berikutnya
BalasHapusSelamat sore. Mbak Era. Terima kasih ya. Telah berkenan singgah. Insyaallah lanjutannya menyusul. Salam sehat untuk keluarga di sana ya.
HapusMembaca blog ibu nur ini membuatku berdecap kagum. Cerita di inggrisnya real banget. Berasa di inggris langsung nih. Tak sabar men anti cerita yang lainnya
BalasHapusMbak Aisyah bisa ajah. Siap. Lanjutannya segera menyusul. Doa selamat untuk keluarga di sana ya.
HapusBundaaa..
BalasHapusBunda mengingat semua kenangan dengan sangat baik sekali.
MashaAllah~
Senang sekali bisa membaca tulisan Bunda mengenai rangkuman jejak travelling ke negeri orang.
Kabetulan dulunya dicatat, ananda Len. Terima kasih telah mengapresiasi ya. Salam sehat untuk keluarga di sana.
HapusKeren.. Semua kenangan tertulis apik dari sudut pandang yang berbeda
BalasHapusTerima kasih, Mbak Nani. Kebetulan kita mengalmi dan melihatnya, langsung dicatat. Baru sekarang sempat merapikan.. Ini pun seadanya. Doa sehst untuk keluarga di sana ya.
BalasHapuswah senangnya bisa ke Inggris
BalasHapuspasti banyak pengalaman seru dan menarik ya mbak..
ditunggu kisah lainnya di blog
Siap, Mbak Dee. Bagian ke 3 siap meluncur. Terima kasih telah mengapresiasi. Salam hangat untuk keluarga di sana.
BalasHapusbu hajjah, keren bisa bercerita ya walaupun sudah lama berlalu. dulu berapa lama di inggris? bu selipkan gambar dong biar tambah keren tulisannya :D salam
BalasHapusDulunya udah ditulis, Mbak Shafira. Rencana awal bikin buku. Gara2 ketipu oknum editor sekaligus mengaku penerbit buat buku yang lain, ya udah. Stop dulu. Diendapkan saja dalam laptop.
HapusNah, yang minim ialah foto. Foto banyak di hp. Belum sempat mindahnya ke laptop, hp hilang dicuri orang.
Terima kasih telah mampir. Doa sehat untuk keluarga di sana.
Gak semua kebiasaan orang-orang bule yang kita ketahui dari film, video Youtube, dan ketika jadi turis di negeri kita, sama dengan ketika mereka berada di kampungnya sendiri ya. Lucu ya lihat bule pesek hehe... soalnya udah biasa lihat bule itu mancung. Makasih sharingnya Bu.
BalasHapusTerima kasih kembali, Mbak Nurhilmiah. He he .. Sama seperti kita juga, Mbak. Bule pendek, cantik, dan jelek juga ada di sana. Tapi rata2, seperti yang kita lihat film2 dan di yuotube itu. Terima kasih telah mengapresiasi. Selamat beraktivitas.
HapusCeritanya menggugah Mbak, perjalanan bersama keluarga begini pasti akan menjadi kenangan yang menyenangkan juga dg hal2 kecil yang ditemui di perjalanan.
BalasHapusNah, itu dia Mbak Rindang. Seenak apapun jalan-jalan bersama teman, tidak seasik bepergian bersama keluarga. Terutama bersama anak-anak. Terima kasih telah singgah. Doa sehat untukmu selalu.
Hapus