Anda Perlu Tahu Untung Ruginya Nikah Sesama Keluarga
Setiap daerah punya tradisi tersendiri dalam sistem perjodohan. Di Kampung saya Sumbar sana, mayoritas penduduknya penganut sistem matriarchal. Setiap anak yang lahir mengikuti suku ibunya. Baik laki-laki maupun perempuan.
Dalam urusan pernikahan penduduk setempat punya aturan terbilang unik. Adat tidak membolehkan anak keponakannya kawin “sasuku”. (Baca: satu suku). Jika Ani dan Anton sama-sama warga suku Caniago, keduanya tidak boleh menikah. Karena sepersukuan sama dengan satu keluarga.
Beda dengan rantau yang saya diami sekarang. Sistem pernikahannya berlandaskan ajaran Islam. Sesuai dengan tuntunan Quran dan Hadits Rasul.
Tetapi, di sini masih mendewakan nikah
sesama keluarga (bukan keluarga inti). Berjodoh sesama satu keturunan itu punya kebanggaan dan sensasi tersendiri. Orang tua gadis atau bujang akan bersedih jika anak keponakan, sanak keluarganya lebih memilih menikah dengan orang lain daripada familinya sendiri.
Proses penyatuannya pun tidak terlalu rumit. Sama seperti perjodohan zaman old. Di sini campur tangan orang tua kedua pihak sangat penting.
Saya sering berbincang ringan dengan rekan kerja mengupas kasus ini. Salah satu bapak-bapak berdalih, “Kalau ada keluarga sendiri mengapa harus ngambil orang lain. Daripada menghidupi anak orang, lebih baik ngasih makan adik atau keponakan dewek.” Alasan yang masuk akal menurut saya.
Sepanjang pengamatan di lingkungan tempat tinggal saya, pernikahan sesama keluarga itu ada untung ruginya
A. KeuntungannyaUntung pertama, Hubungan Keluarga Bertambah Akrab
Dengan adanya pernikahan sesama kerabat, hubungan trah yang satu dengan yang lainnya bertambah erat.
Untung ke dua: Harta Warisan/Bawaan Tidak Keluar
Sudah bukan rahasia, apabila seseorang menikah dengan puaknya sendiri, harta warisan/bawaan yang dimilikinya tetap jatuh ke dalam. Tidak dibawa ke keluarga lain.
Untung ke Tiga: Mudah Beradaptasi
Menikah dengan keluarga , komunikasi terbangun dengan luwes. Sebab suami dan istri lahir dan dibesarkan pada lingkungan yang sama. Tak butuh waktu untuk beradaptasi.
Untung ke Empat: Mengurangi Orang Miskin dalam Keluarga
Tabiat kaum cowok kampungku, sebagian mereka yang sukses di rantau, sukanya mencari istri di negeri orang. Otomatis, yang menikmati buah manisnya orang lain.
Hal serupa sedikit sekali berlaku di tempat saya berdomisili sekarang. Orang sukses baik di rantau maupun di kampung, cari jodohnya di kalangan keluarganya sendiri. Minimal gadis sesama satu kampung.
Dengan demikian, kalau dahulunya wanita yang dinikahinya berasal dari keluarga ekonomi kurang mampu, secara tidak langsung kesejahteraan hidupnya bisa terangkat. Untung-untung jadi orang kaya baru (OKB).
Hal ini mengingatkan
kita pada pernyataan Pak Muhajdir Effendy yang sempat menimbulkan pro kontra awal tahun 2020 lalu. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan
Manusia dan Kebudayaan itu mengusulkan agar orang kaya menikahi orang miskin,
untuk memutuskan mata rantai kemiskinan.
B. Kerugian
Kerugian Pertama: Tidak Menambah Jumlah Keluarga
Berjodoh dengan kerabat, tidak menambah jumlah keluarga. Sebab, saudara suami adalah keluarga istri, puak istri juga sanak famili suami.
Kerugian ke dua: Cakrawala Berpikir Kurang Luas
Pernikahan beda keluarga, beda suku, dan beda ras, memungkin kita menemukan budaya baru. Belajar dari perbedaan dapat memperluas wawasan dan cakrawala berpikir. Hal ini belum tentu diperoleh dalam pernikahan sesama keluarga.
Kerugian ke Tiga: Butuh Waktu Untuk Beradaptasi
Bersemenda dengan pasangan beda suku butuh waktu untuk beradaptasi dengan lingkungan baru. Kita perlu banyak belajar bagaimana kebiasaan keluarga pasangan. Mulai waktu dan pola makannya, makanan kesukaannya, tutur katanya, dan sebagainya. Dan lebih merepotkan kalau pasangan beda Bangsa.
Kerugian ke Lima, Tidak Mengubah Keturunan
Nah, di sini berlaku istilah mengubah keturunan. Anak yang lahir dari hasil pernikahan beda suku, adalah produk campuran. Andai mereka mewarisi sisi positif kedua orang tuanya, seperti bentuk wajah, postur tubuh, dan kecerdasannya, ini sesuatu keberuntungan yang tak dapat dibayar dengan uang.
Keuntungan ini kecil kemungkinan akan diperoleh, kalau ibu dan bapaknya berasal dari keturunan yang sama.
Kerugian ke Enam: Berpotensi Menimbulkan Perpecahan
Setiap pasangan menginginkan rumah tangganya langgeng sampai tua. Hanya maut yang memisahkan. Tetapi apa daya jika takdir berkata lain. Perkawinan harus bubar di tengah jalan.
Dampaknya, nyanyian yang muncul dipermukaan jelek semua. Pasangan yang menjalani jelek, mertua kedua pihak jelek, saudara kiri kanan jelek. Muaranya, biduk persaudaraan yang selama ini milik bersama ikut-ikutan karam, lalu hancur berkeping-keping.
Perkawinan yang diharapkan mempereratkan silaturrahmi, kadang-kadang membawa dendam dan benci tujuh keturunan.
Tetapi kini zaman telah berubah. Tradisi kawin keluarga sudah berangsur ditinggalkan. Jangankan beda keturunan, lain daerah, lain suku, beda ras pun telah jamak terjadi.
Simpulan dan penutup
Artikel ini ditulis berdasarkan opini pribadi. Tiada teori ilmiah yang melandasi. Tetapi, jika diamati lebih dalam, sepertinya untung rugi pernikahan sesama keluarga itu hampir berimbang. Bagaimana pendapat Anda? Sekian dan terima kasih. Semoga bermanfaat.
Baca juga:
- 6 Pemicu Timbulnya Gonjang Ganjing Ibu dan Anak Tiri
- Wahai Emak-emak, Hamil dan Melahirlah! Namun ada Tapinya
****
Penulis,
Hj. NURSINI RAIS
di Kerinci Jambi
Tan bisa kunjungi blog saya dulu
BalasHapusBetul, ananda. Dari tadi malam saya coba masuk. Yang keluar halamannya warna krem kosong. Dikira masalah sinyal. Tapi dites masuk ke blog lain bisa sukses.
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusTiap suku memang beda2 ya mbak, dan pernikahan sesuku ini emang masih sangat kental. Ya ada resiko baik buruknya.
BalasHapusKawin sesuku ini menguntungkan keluarga besar yang banyak punya banyak orangnya. Bisa-bisa yang jumlah keluarganya sedikit gak kebagian jodoh. He he ... Terima kasih telah mengapresiasi, Mbak Amirotul.
HapusJika tidak ke mana mana, lebih baik sesama keluarga...
BalasHapusSiip artikelnya
Setuju banget bu nur tp saya tambahin lagi satu Keuntungan lainnya yaitu mahar pernikahannya gk mahal karena dapet harga keluarga hihih...
BalasHapusHe he ... Kapan perlu minta gratis ajah ya ananda Norfahrul. Pakai dua kalimah syahadat saja. Terima kasih telah mengapresiasi. Selamat siang
HapusSangat bermanfaat oma Nur..
BalasHapusAmin, cucunda. Terima kasih telah mengapresiasi.
HapusDi kampung saya masih banyak yang menikah sesama keluarga.. bahkan mertua saya juga silsilah keluarganya juga udah ga jelas bun.
BalasHapusGak apa-apa, ananda. Yang penting syah menurut agama. terima kasih telah mengapresiasi. Selamat siang.
HapusKalo di keluargaku ada orang yang menikah masih satu keluarga, memang awalnya jadi tambah rukun karena masih satu keluarga.
BalasHapusLima tahun kemudian karena kurang akur mereka cerai, keluarga malah jadi panas-panasan saling menyalahkan.
Jadi memang ada untung ruginya.
Setelah terasa efek negatifnya baru sadar ya, Mas Agus. teima kasih telah hadir. Selamat sore.
Hapushampir mirip dengan adat batak yang tidak boleh menikah ke marga yang sama dan bahkan ke rumpun marga yang sama. tapi bedanya batak mengikuti marga ayahnya.
BalasHapusBudaya bangsa kita memang unik ya Bang Frans. Meski adalarangan menikah sesama satu suku. Tapi tidak pernah ada yang melanggar. Meskipun mereka berada di rantau. terima kasih telah mengapresiasi. Salam sukses selalu.
HapusBunda, RF baru sempat singgah maaf ya bund, telat 😁😀 tapi bisa nyimak tulisan bunda
BalasHapusGak apa-apa, ananda. Bunda juga sering telat berkunjung ke RF. Terima kasih banyak telah mengapresiasi. Selamat malam.
Hapuswah ternyata ada salah satu budaya di daerah lain yang seperti demikian ya bunda...kalau daerah nita mah kebanyakan memang awalnya tidak ada hubungan saudara meski jauh hehe...
BalasHapusIya, ananda. Di situlah uniknya budaya bangsa kita. Terima kasih telah mengapresiasi. Doa sehat untuk keluarga di sana ya.
Hapussepertinya kerugian ke lima, lebih kepada, Tidak memperbaiki keturunan, jangan merubah..
BalasHapustapi sepertinya lebih seru kalau bisa menambah angota keluarga dan wawasan menjaid lebih luas, kalau maslah harga warisan mah, tinggal cari calon dari luar keluarga yg lebih tajiir, wkwwk...
Setuju memperbaiki keturunan, bukan mengubah keturunan. Mbak Kotanopan. He he .... Karena kebiasan telinga ini mendengar ocehan anak muda di sekitarku. Mereka pakai frase "mengubah keturunan". Terima kasih masukannya. Sangat bermanfaat.
Hapusini waktu jaman kerajaan dulu kayaknya umum deh, tp baru tau ternyata masih banyak yang ngelakuinnya
BalasHapusDi daerah-daerah tertentu masih berlaku, Mas Arief. Tetapi tidak sefanatik zaman dahulu. Terima kasih telah singgah. Selamat malming.
Hapussaya kurang jauh jalan-jalannya berarti hehe
HapusYuk, Mas Arief. Jalan-jalan ke daerah kami. Bertambah banyak tahu tentang tradisi di daerah kami. Terima kasih telah hadir. Salam Sehat untuk keluarga di sana.
HapusKalau di keluarga saya gak masalah menikah dengan keluarga, tapi sebaiknya menikah dengan keluarga yang jauh. Karena ayah saya bilang untuk meminimalisir adanya penyakit keturunan ke anak cucu kelak. Kalausesama sepupu boleh2 aja sih, tapi ayah bilang sebaiknya jangan. Karena kalau masih dalam satu silsilah ditakutkan ada penyakit bawaan kayak Thalasemia (kelainan darah) misalnya, nanti resikonya si anak cucu ada kemungkinan terkena Thalasemia juga.
BalasHapusSetuju, nanda Naia. Tapi di sini nikah keluarga itu jadi kebanggan. Ngambil orang lain kadang ortunya marah. Terima kasih ananda Naia. Selamat siang.
HapusAdakah resiko kesehatan?
BalasHapusKeluarga sy ad yg nikah begitu, anaknya ada kelainan. Tante dan om sy si yg menikah dg ad hub keluarga, gak deket pdhl, tp msh satu kekerabatan sbnr nya.
Tp ya, jaman dl sj, adam hawa sj dri satu keluarga bs jd banyak. Psti kan nikah antar klrga deket jg.
Sebenarnya, selagi syah menurut agama, kawin antar keluarga itu syah2 saja. Nanun mengingat risiko kesehatan, ngeri juga ah. Selamat siang, Mas $covoper6. Terima kasih telah singgah. Maaf telat merespon.
Hapus