Pentigraf | Jangan Mudah Terkecoh oleh Tampilan Fisik Seseorang
Terlalu cepat menilai orang lain sering membuat kita terkecoh. Sebab penampilan luar seseorang belum tentu sesuai dengan kepribadiannya.
Banyak oknum yang berpakaian rapi gayanya parlente, pintar ngomong. Tetapi akhlak dan mentalnya busuk. Sombong, pembohong, kurang mau bekerja bin pemalas padahal kantongnya kempes, dan sifat tercela lainnya.
Tak sedikit pula orang yang penampilannya biasa-biasa saja, malahan cendrung berantakan, budi pekertinya baik, jujur, agamais, pekerja keras, lebih suka memberi daripada menerima.
Berikut saya bagikan tiga kisah inspiratif yang berkaitan dengan penampilan fisik, tabiat, serta kepribadian seseorang,. Cerita ini dikemas dalam pentigraf (Cerpen tiga paragraf).
Pentigraf 1: Kakek Kumal
Pria itu nyelonong masuk. Pakaiannya kumal tanpa alas kaki, sebuah karung dekil tersandang di bahunya. Pengunjung kaget. Pemilik toko pun terkejut. “Sebentar Bu, ya.” katanya sambil memasukkan kalung yang digenggamnya ke etalase. Transaksi tertunda. Toko emas itu hening Beberapa detik.
Dengan wajah ketakutan, tamu yang jumlahnya belasan orang itu surut ke belakang. Akhirnya merapat di suatu pojok. “Bapak ini siapa, mencari siapa dan maunya apa?” tanya pria muda si empunya toko. Kakek 55 tahun itu tidak merespon. ”Kalau tak ada keperluan keluar! Liat, tu. Pelanggan saya takut sama Bapak.” tambahnya. Nadanya agak kasar. Keduanya saling tatap.
Pria ubanan itu menjawab, “Kenapa kalian takut? Saya bukan orang gila, bukan pengemis. Saya juga mau beli perhiasan seperti kalian. Ini duitnya.” Karung terigu kumuh berisi uang ratusan juta rupiah itu mendarat di atas lemari pajangan toko. Pas di hadapan si bos. Hadirin di ruangan itu tercengang, sang toke cengar-cenger.****
Pentigraf 2 : Si Udin dan Pak Mardi
Namanya si Udin. Biasa disapa Pak Udin, usianya 50 tahun. Sekilas tampilannya seperti Anggota DPR. Setiap pagi dia berangkat kerja dengan pakaian rapi. Pergaulannya luas. Kemana-mana jalan kaki. Paling nebeng naik motor siapa saja yang lewat dan berhasil dia cegat. Ciri khasnya, pulang kerja, selalu menggenggam segulung koran.
Suatu siang Pak Udin makan di sebuah restaurant terkenal di kotanya. Lagi asiknya dia bergoyang lidah, datang Pak Mardi. Selang beberapa menit, Pak Udin berdiri, terus pamit pada Pak Mardi sambil membungkukkan badan. Kepala Sekolah Dasar itu membalas dengan basa-basi. Terbersit tanda tanya dalam hatinya. “Kok ini orang begitu santunnya. Ya sudah. Terserah kamu, WTS (Wartawan Tanpa Surat Kabar)! Yang penting jangan datang lagi ke sekolahku, minta ngecek pembukuan sekolahku, Ujung-ujungnya duit!”
Ketika melakukukan pembayaran di kasir, Pak Mardi kaget. Dia dikenakan tarif 3 kali lipat dari biasanya. Rupanya si Udin membebankan tagiahannya pada Pak Mardi. Tidak hanya sekadar apa yang dimakannya di sana. Pak Udin juga minta dibungkuskan beberapa potong lauk untuk dibawanya pulang. ****
Pentigraf 3 : Cica Si Gadis Cantik
Cantik, cerdas, dan santun. Demikian seorang Cica di mata orang tua dan kakak-kakaknya. Enam semester kuliah, Cica berhasil menyelesaikan Program Sarjana S,1 dengan pridikat Cum Laude. Tak heran gadis bungsu dari 3 bersaudara itu menjadi kebanggaan dalam keluarga.
Cica siap diwisuda. Kedua orang tuanya senang tiada terkira. Tiga ratus delapan puluh calon wisudawan berderet rapi duduk di depan. Para orang tua di kursi bagian belakang. Acara pokok dimulai. Satu persatu wisudawan lulusan terbaik dipanggil untuk tampil ke depan. Tali toga yang tadinya di sebelah kiri berpindah posisi ke kanan. Anehnya, tiada nama Cica tercatat di sana. Emak bapaknya kikuk dan bingung. Dan semakin bingung, 380 mahasiswa selesai dipanggil dan dilantik, nama Cica Susanti tak kunjung disebut. Seluruh tubuh Emaknya lunglai menahan kecewa, sedih, dan malu. Padahal, demi kebahagiaan Cica, waktu itu semua anggota keluarga diboyong ke kota tempatnya menuntut ilmu. Meskipun Cica menolak. Dengan dalih pemborosan.
Terakhir diketahui, sejatinya Cica belum lulus. Setahun terakhir dia tidak aktif ke kampus. Biaya kuliah dikirim orangtuanya dia habiskan untuk berpoya-poya. Cica terpengaruh pergaulan bebas. Pergi ke tempat hiburan malam. Ayah bundanya kecewa. Hatinya luka. ****
Demikian Pentigraf ini ditulis agar dapat dijadikan renungan. Untuk diketahui, kisah dan tokoh dalam cerita ini adalah fiktif. Jika ada kesamaannya dengan peristiwa yang pernah Anda alami, itu hanya ketersenggolan belaka. Semoga bermanfaat.
Baca juga:
- Bait-bait Puisi untuk Rakyat Palestina10
- Pantun Romantis Membuat Si Doi Klepek-klepek
- Pantun Ratapan Batin Perempuan Dimadu
****
Penulis,
Hj. NURSINI RAIS
Kerinci, Jambi
Waduh yang paling terakhir itu memilukan sekali namun pada kenyataannya saya sendiri menemukan beberapa kasus yang hampir mirip bu. Ada yang sekedar teman, ada pula yang masih hitungan keluarga.
BalasHapusPihak orang tua paling kecewa ya, ananda Annisa. Terima kasih telah mengapresiasi. Selamat idul fitri.
Hapus
BalasHapusBener banget bunda, banyak orang zaman sekarang yang kadang penampilannya oke namun nyatanya hatinya busuk gak punya hati nurani pada sesama, bisanya kadang meremehkan , menghina, bahkan menyakiti fisik seseorang. Ya, entah itu kepada teman maupun ada juga yang sifatnya begitu terhadap saudara sendiri meski bukan saudara sedarah.
HapusBuat Bu nur, dan semua teman blogger minta doanya ya semoga ayah saya cepat cembuh .
Kecewa banget ya, ananda. Apalagi pelakunya teman atau saudara sendiri. Terima kasih telah mengapresiasi. Selamat idul fitri.
HapusAmin, ananda Tari. Semoga beliau cepat sembuh ya.
Hapus
HapusBeliau ayah saya meninggal dunia bunda ? Mohon doanya agar saya , bunda , dan kakak kuat menjalaninya.
Masyaallah. Bunda sekeluarga turut berduka, ananda Tari. Alfatihah untuk Bapak. Semoga beliau damai di alam syurga. Amin.
HapusMenarik banget pentigrafnya... ngomong2 sering ada juga lho orang yang sifatnya kayak pakk udin..
BalasHapusHe he .... Hsbis makan dia titip pesan pada kasir, "Bapak berbaju putih itu yang bayar, ya," katanya. Terus pergi.
Hapusbegitulah manusia.... hanya tertarik dengan kulit luar saja....
BalasHapus# bermanfaat....thank you for sharing
Iya, Mas Tanza. Begitulah hidup. Sarat tipu muslihat. Selamat sore dari tanah air.
HapusHadir dan nyimak bund😁😀
BalasHapusSilakan, ananda Dinni. Terima kasih. Selamat malam.
HapusBagus bu, dan memang benar banyak orang2 yang seperti ibu sebutkan dalam cerpen di atas. Saya pernah bersinggungan dengan orang2 seperti itu juga, tapi ya sudah buat pelajaran saja. hehehehe..
BalasHapusSangat disayangkan ya, ananda Naia. Kadang pelakunya sembarangan orang. Terima kasih telah hadir. Selamat malam.
HapusIkut menyimak bu Nur..☺️
BalasHapusSilakan, Mas Warkasa. Terima kasih telah hadir. Selamat malam.
HapusSetujuu di bagian pembukanya. Kadang kita tidak bisa menilai seseorang hanya dari penampilan mereka saja. Walaupun, kadang, kesan pertama dari penampilan adalah penting untuk orang orang yaa bu 😀😊
BalasHapusBenar sekali, ananda Dodo. Terima kasih telah mengapresiasi selamat siang.
HapusBu Nur, jadi ingat pertama kali saya kuliah di Surabaya.
BalasHapusortu nggak pernah bilang, tapi saya tahu banget betapa mereka sangat tertekan, karena dengar ucapan sana sini yang mengatakan, kalau saya kuliah jauh dari ortu, saya pasti akan jadi wanita nakal, dan nggak bakalan jadi sarjana, ujung-ujungnya pulang bawa anak alis hamidun duluan.
Bahkan, setelah lulus, saya nggak mau pulang, digosipin kalau saya kumpul kebo dan udah punya anak 1 orang.
Pas saya nikah, mama saya saking kesalnya, diundang semua keluarga yang tiap hari ngegosip itu, dan nunjukin bahwa omongan mereka itu hanya berlaku buat anak mereka masing-masing, hahahaha.
Gemes ya, tapi sekarang saya paham sih, wajar juga orang berpikir demikian, karena banyak yang seperti itu :D
Kasian ya. Orang tua pasti tertekan. Kadang fitnah datang dari keluarga sendiri yang tidak senang kalau kita lebih maju daripada mereka. Selamat malam, ananda Rey. Terima kasih tanggapannya. Doa sehat selalu untuk keluarga di sana.
Hapus