Menganggap Obat Puskesmas Itu Murahan Adalah Kekeliruan Besar
Kesehatan
Obat kolesterol (Foto NURSINI RAIS)
Assalamuaalaikum, cucu-cucuku, anak-anakku, dan teman-teman bloggerku di seluruh Nusantara. Alhamdulillah, malam ini saya bisa buka blog kembali setelah 24 jam tidur panjang.
Fasalnya, usai divaksin Selasa 8 Juni lalu saya lanjutkan minta cek kolestrol di Puskesmas Sanggaran Agung Danau Kerinci. Persisnya di tempat saya menjalani vaksinasi. Soalnya seminggu terakhir tengkuk terasa agak tegang dan kaku.
Kolesterol Mencapai Angka 226
Subhanallah. Hasil cek labor menunjukkan koleterol saya mencapai angka 266. Jauh di atas normal (di bawah 200). Sangat tinggi dibandingkan hasil tes awal tahun 2020 yang hanya 216.
Kamis tanggal 10 Juni, saya berangkat ke tempat si sulung di kota Jambi. Besoknya minta diantar ke dokter praktik tempat dia biasa berobat.
Saya tunjukkan obat dari Puskemas kemarin. Dokter itu bilang, “Pantasan gak ada perubahan. Penyakit Ibu tergolong berat. Obatnya terlalu ringan. Saya kasih Ibu Simvastitin 20 mg dan 2 macam vitamin,” katanya sambil menyerahkan obat yang dia maksud, berikut petunjuk mengonsumsinya.
Dua kali sehari, pagi dan malam sesudah makan. Khusus Simvastitin cukup 1 kali sehari, malam sebelum tidur.
Tidur panjang dan Sempoyongan
Jadwal pertama minum obat pas sesudah makan malam. Setelah itu saya terus tidur sepulas-pulasnya. Hingga azan subuh pun saya tak kuat membuka mata.
Ketika bangun jam menunjukkan pukul 6.00. Tubuh saya sempoyongan disertai mual, seakan rubuh seketika. Tapi mengingat salat Subuh saya paksakan diri untuk wudhuk, terus Salat.
Dalam kondisi lemas dan mual saya minum air putih. Belum 5 menit muntah tak bisa ditahan. Air yang diminum keluar semua. Obatnya, berbaring di tempat tidur. Meskipun tidak ngantuk.
Acara berlanjut dengan tidur pulas tahap ke dua. Bangun ketika sayup terdengar azan Dzuhur. Setelah salat si sulung memaksa saya makan nasi. Cuman mampu menghabiskan beberapa suap saja.
Acara bersambung dengan tidur pulas episode ke tiga. Alhamdulillah, bangun salat Ashar badan terasa lumayan segar. Usai Maghrib saya mampu nulis curhatan ini.
Untuk diketahuai, naiknya kolesterol saya mencapai angka 266, adalah akibat gaya hidup yang sangat buruk. Enam bulan terakhir pola makan saya semaunya. Makan berlemak, santan kental dalam beberapa masakan dan gorengan jumlahnya tak terbatas, ditambah tidur larut malam.
Sebelumnya saya tidak pernah berlaku sejelek itu. Seenak apapun sop dan rendang daging saat lebaran makannya sekadarnya saja. Idul fitri ini rendang saya jadikan camilan. Habis, cucu yang selalu mancing dan ngajak ngudap rendang seperti makan kueh. Porsinya tanpa batas alias seenak perut.
Jangan Remehkan Obat Gratis
Sampai saat ini saya belum mengerti, apakah kasus sempoyongan dan tidur panjang yang saya alami ini efek samping vaksinasi covid 19, atau akibat minum obat kolesterol yang dosisnya terlalu tinggi. Sebab, 3 hari minum obat dari puskesmas yang katanya dosis rendah itu kondisi tubuh saya baik-baik saja.
Naluri
saya berbisik, "Ini adalah kesalahan ngonsumsi obat kolesterol dosis
tinggi." Buktinya, setelah stop minum obat tersebut, badan saya
kembali segar seperti sediakala. Bahu dan leher sudah mulai enakan.
Saya kapok. Mulai malam ini saya berhenti total minum obat apapun. Termasuk 2 macam vitamin
yang
diberikan Bu Dokter kemarin. Paling kembali ke Simvastitin 10 mg
apabila terasa gejala kurang beres di tengkuk dan bahu. Tentu saja harus
konsultasi lagi ke puskesmas.
Satu pelajaran yang bisa saya petik dari problem ini. Meremehkan obat dari puskes dan terlalu mendewakan obat yang dibayar mahal dari dokter terkenal adalah suatu kekeliruan besar.
Demikian pengalaman ini saya tulis semoga saya, dan
Anda semua bisa memetik hikmahnya. Mohon maaf, jika ada komen kalian di blog saya yang belum
terbalas. Terima kasih. Salam dari Pinggir Danau Kerinci.
Baca juga:
- 9 Tips Jitu Mencegah Mabuk Kendaraan pada Anak
- Cara Mudah Mencuci Gorden Tebal Berenda Pakai Mesin Cuci
- Yuk, Ngintip Belalang Sembah dan Penguin Memadu Asmara
****
Penulis,
Hj. NURSININ RAIS
di Jambi
benar....
BalasHapusobat mahal, karena kita bayar "brand" dan promosi.....
Kayaknya, begitu, Mas Tanza. Terima kasih telah singgah. Selamat sore.
HapusHampir tak ada bedanya antara obat yang diberikan puskesmas dan diberikan oleh dokter cantik, hanya berbeda dari tambahan dosis mg saja dan 2 macam vitamin. Sementar di puskesmas gratis dan di dokter cantik berbayar.
BalasHapusJangan2 efek dari vaksin kolestrol jadi makin naik. Tapi seminggu sebelum di vaksin tengkuk sudah memang kumat ya?
Ya gitu deh, obat terbaik adalah menjaga makanan jangan sampai terprovokasi oleh cucu, hihi.
Semoga cepat sembuh mbak, amin 🙏
Seminggu terakhir tengkuk dan bahu saya memang udah berat, Mas Jaey. Setelah stop minum obat Bu Dokter itu, tubuh saya segar kembali. Malahan tengkuk dan bahu terasa enak. Terima kasih telah mengapresiasi, Mas. Selamat sore.
BalasHapuskayaknya karena dosis yang ketinggian, bunda. Kalo dokter puskesmas biasanya meresepkan sesuai kondisi, biar agak lama tapi memang tujuannya turun bertahap jadi gak sampai keliyengan.. Semoga bunda cepat pulih ya.. Saya pun juga ada keluhan tengkuk kaku, kepala sampe bahu sakit luar biasa, sudah minum parasetamol tapi gak ada perubahan. Curiga kolesterol tinggi juga, karena saya kurus dan suka sembarangan makan berlemak. akhirnya beberapa hari ini coba ngurangi makan gorengan dan santan. Masih nunggu suami pulang dinas dulu baru mau periksa ke dokter
BalasHapusDuh, kok bisa ya. Orang kurusan seperti kita berdua bisa kolesterolan juga. He he ... Ysng jelas penyebabnya ya, itu tadi. Dari mulut turun ke perut. He he .... Alhamdulillah bunda sudah pulih. Kini telah kembali ke tempat kami berdomisili. Setelah 10 naik mobil dari kota Jambi. Selamat siang, maaf telat merespon ya.
HapusBu Nur, semoga lekas sehat ya, dan kolesterolnya jadi normal kembali.
BalasHapusBtw serem juga bacanya, kalau saya bakalan nunggu seminggu baru konsumsi obat penurun kolesterol, soalnya takut ngaruh dengan vaksin, tapi syukurlah baik-baik aja ya Bu.
Saya sejak kecil pengguna obat puskesmas Bu, maklum mama saya perawat di sana, dan terbiasa dengan resep obat puskesmas.
Enaknya, sampai saya dewasa, saya terbilang jarang banget ke dokter, karena kalau sakit ya langsung ke apotik beli obat generik yang murah meriah hahaha.
Kalau saya perhatikan, sebenarnya sama aja kok dengan obat paten, bedanya dosis obat yang katanya manjur itu lebih tinggi.
Saya selalu nggak kuat kalau konsumsi obat dokter, pernah ke UGD dikasih AB dosis tinggi, sampai mual dan bola mata kayak terputar-putar gitu deh.
Lah wong saya cocoknya minum amoxylin aja hahahahaha.
Oh ya Bu, btw saya juga curiga punya kolesterol tinggi nih, tengkuk saya bagian kiri ampun kebas dan sakit Bu, pas kerasa setelah sehari makan kacang mete agak berlebihan hahaha.
Tapi saya takut meriksa, soalnya takut ditusuk, atuh mah saya manja betoooll.
Saya cuman konsumsi agak banyak bawang putih, lupa siapa yang bilang katanya ekstrak bawang putih berkhasiat juga.
Dan udah beberapa hari ini mendingan sih, kalau saya baca memang obatnya ya diet makanan penyebab kolesterol dan olahraga :)
Iya. Ini kan karena ulah mulut dan perut juga. Saat lebaran, makan daging dan berlemak lainnya dalam porsi yang full. He he. Padahal sebelumnya kolesterol juga sudah sedikit di ambang batas. Mau bertaubat nih. Semoga kedepannya lebih bisa mengandali diri. Terima kasih telah singgah, ananda Rey. Selamat siang
HapusKebanyakan begitu, Puskesmas selama ini dipandang sebelah mata. Karena bagi mereka tertentu, obatnya gak ampuh. Karena memang puskesmas kasi obat dari dosis rendah, sedang, tinggi. Tp kadang ada yang maunya langsung manjur. Jadi anggap Puskesmas sebelah mata.
BalasHapusJujur Mas $cocoper6. Saya memang cocok dengan obat puskesmas. Saya sudah 3 kali keracunan obat dosis tinggi dokter pribadi. Kadang sayanya yang kurang sabar. Maunya cepat sembuh, ya ke dokter praktik. Tahu2 setelah minum obatnya, hampir pingsan. Terima kasih telah mengapresiasi, Mas. Selamat siang. Masf telat merespon.
Hapus