2 Tips Aman Mewariskan Harta Supaya Terhindar dari Silih Sengketa
Tabiat orang Indonesia umumnya, semasa hidup mereka bekerja untuk mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya, untuk diwariskan kepada anak cucu. Dengan harapan para penerusnya dapat memelihara dan mengembangkannya sampai tujuh, bahkan puluhan turunan.
Sayangnya kadang-kadang harapan tak selalu sesuai dengan kenyataan. Sering
kita saksikan dalam kehidupan sehari-hari. Apabila pemiliknya telah tiada,
jangankan berkembang, untuk mempertahankannya saja ada ahli waris yang belum sanggup. Malahan tak jarang pula menimbulkan silih sengketa bagi ahli waris yang ditinggalkan.
Efeknya, dahulu bapaknya konglomerat, kini anaknya kaum melarat. Tak tahu penyebabnya apa. Seringnya salah penataan. Umpanya, teknis pengelolaannya masih menganut pola pikir konservatif.
Tradisi di kampungku Inderapura Sumatera Barat sana, harta warisan dikuasai oleh anak perempuan. Ini adalah adat istiadat dalam sitem kekerabatan orang Minang, yang menganut sistem matrilineal.
Zaman dahulu, nyaris tiada yang melanggar aturan tersebut. Seorang laki-laki akan diejek orang apabila dia menuntut harta warisan dari pihak ibunya untuk dibawa ke anak istri. Kecuali atas pemberian/seizin saudara perempuannya.
Anak dipangku kemonakan dibimbing
Dalam keluarga Emaknya, fungsi anak laki-laki Minang itu melindungi dan membimbing anak keponakan. Sehingga ada pribahasa yang berbunyi, "Anak dipangku keponakan dibimbing."
Maknanya seorang laki-laki, selain bertanggung jawab kepada anak kandungnya, ia harus bertanggung jawab dan peduli terhadap keponakannya (anak saudara perempuan).
Tetapi seiring perkembangan zaman, sekarang sebagian laki-laki dalam hal ini disebut mamak, tak malu-malu lagi “menuntut” harta warisan kalau tak mau disebut “berebut.” Meskipun pelakunya tidak banyak.
Mungkin karena orang zaman kini telah banyak yang melek agama. Khususnya yang beragama Islam. Sebab, pembagian harta warisan itu telah diatur sesuai dengan tuntunan Al-Quran dan hadis.
Di sini tegas dikatakan laki-laki memperoleh 2/3 bagian dari harta warisan orang tuanya. Sisanya untuk anak perempuan. Tetapi, maaf, bukan itu fokus bahasan pada artikel ini. Takutnya salah ulas.
Harta Warisan Dibagi Rata
Andaikan saya dan suami punya harta, kami sepakat meminjam tradisi masyarakat Kerinci (rantau tempat kami berdomisili saat ini). Meskipun masih belum sesuai dengan aturan Islam.
Anak lelaki dan perempuan diperlakukan sama dalam pembagian harta. Agar di antara mereka tidak merasa paling berhak, yang lainnya dimarginalisasikan. Toh mereka keluar dari rahim yang sama.
Dalam kesempatan ini saya ingin membagikan 2 Tips aman membagikan harta supaya kelak anak-anak kita terbebas dari silih sengketa. Tips ini dihimpun dari pengalaman di lingkungan dan beberapa sumber yang saya baca.
1. Sebelum meninggal semua harta dibagi secara adil
Saya tertarik dengan sebuah ulasan yang ditulis oleh Pak Tjiptadinata Efendi. Beliau salah seorang sesepuh di blog keroyokan Kompasiana. Sayang saya lupa judul artikelnya, sehingga sulit untuk dilacak.
Namun inti bahasannya masih lengket di benak saya. Penulis berumur yang masih prodiktif tersebut menyarankan, sebelum kita meninggal, sebaiknya harta yang ada dibagi secara adil kepada anak-anak. Supaya kelak setelah kita tiada, mereka tidak bersengketa.
Adil maksudnya di sini tentu tak ada yang merasa dirugi dan diuntungkan. Sesuai tradisi, dan disepakati oleh seluruh individu yang berhak.
Saya setuju dengan prinsip beliau ini. Sayangnya kami tak punya banyak harta.
Mumpung harta tersebut belum bersatus warisan kerena pemiliknya masih hidup. Kalau empunya telah tiada, hitung-hitungannya beda lagi. Bagi umat Islam berdasarkan Ilmu Fiqih (fara'id).
Sebagai kaca untuk bercermin, saya sedikit berbagi kisah. KR 5 bersaudar, 4 cowok 1 cewek. Mereka kerabat dekat suami saya. Orang tuanya lumayan banyak meninggalkan pusaka, berupa tanah kebun dan sawah, plus 2 unit rumah.
Semenjak orang tuanya meninggal, sepanjang tahun mereka berlima gontok-gontokan perkara harta. Masing-masing menunjukkan taringnya ingin menguasai. Sampai-sampai pernah terjadi adu jotos. Duh ..., tersebab harta, pikiran dan mata hati mereka jadi buta. Sungguh memalukan.
Sebagai yang dituakan, bebeberapa kali suami saya menengahi. Beliau menyarankan agar semua tanah yang ada dijual. Uangnya dibagi rata.
A setuju , si B menolak. Yang cewek bertahan. Mungkin dia merasa paling berhak atas semuanya karena masih berkiblat pada adat istiadat setempat. Sementara kelompok cowok tak mau melepaskan begitu saja. Karena merasa sama-sama memiliki.
Lagi pula sebelum ibunya meninggal dia berwasiat, tanah yang ia wariskan tak boleh dijual. “Supaya kalian berusaha di lahan sendiri. Tidak memburuh di sawah ladang orang,” katanya. Bapaknya sudah lama meninggal.
Tentu saja empat cowok itu menafsirkan kata “kalian” adalah semua anak-anak Emak/bapaknya tanpa kecuali. Laki-laki maupun perempuan.
Perundingan menemui jalan buntu. Sekarang yang kusut bertambah sengkarut. Kerena sebagian lahan tersebut telah digadai oleh satu tangan. Sebuah rumah dikontrak oleh yang lainnya.
Coba sebelum orang tuanya meninggal, harta tersebut telah dibagi, kericuhan tak penting itu tak akan terjadi.
Kasian KR bersaudara. Jangankan mengirim doa untuk almarhum. Harta yang ditinggalkannya berbuah sengketa. Semoga tidak menjadi azab bagi beliau di dalam kubur.
Mungkin, merebut warisan itu punya sensasi tersendiri. Sehingga bila seseorang telah diracuni oleh ketamakan ingin menguasai harta pusaka, mata hatinya kurang terbuka untuk berusaha dengan cara lain.
2. Sisakan sebagian untuk berjaga-jaga
Pada artikel lain, Pak Tjiptadinata mengingatkan, agar tidak semua harta dibagi habis. Sisakan sebagian untuk berjaga-jaga. Mana tahu, Allah memeberikan kita umur panjang, tetapi diuji dengan panyakit.
Atau boleh jadi karena terlalu tua, tak bisa melakukan apa-apa. Kita butuh duit untuk bayar pembantu, tukang cuci pakaian, dan biaya lainnya. Sementara anak-anak sibuk dengan dunianya masing-masing.
Saya juga sepakat dengan prinsip yang ke dua ini. Sambil berdoa dalam hati, semoga saya tidak diberikan umur panjang jika disertai dengan penyakit. Amin.
Katakanlah makan anak-anak yang ngasih. Haruskan saban hari kita menadah tangan kepada anak-anak? Ah ..., tidaklah.
Demikian 2 tips aman mewariskan harta supaya anak-anak kita terhindar dari silih sengketa di kemudian hari. Semogabermanfaat.
Baca juga:
- Merajut Nostalgia Sebelum dan Setelah Kemerdekaan
- Ingin Sukses Berpidato? Lakukan 2 Hal Ini
- 8 Tips Mengatasi Kekhawatiran Sebelum Berpidato
- Pengalaman Pahit Merenda Kehidupan
*****
Penulis,
Hj. NURSINI RAIS
di Kerinci, Jambi
bener mbak, kalau punya niatan untuk membagi rata harta dengan anak, sebaiknya dilakukan sebelum meninggal.. Sebutannya, "Pemberian/Hadiah". Karena kalau sudah meninggal, pembagian yang paling adil sesuai Al-Qur'an yang ayatnya panjang itu mbak..
BalasHapusKalau pemberian/hadiah ma ga perlu aturan kan yah.. hihihi..
Saya juga pusing mikirin apa yang ntar dibagiin ke anak saya ya mbak? Masa lahan tetangga? T.T
He he ... Sama dong, Mas Andie. Saya juga tak punya apa2 untuk diwariskan ke anak2. Terima kasih telah singgah, maaf telat merespon. Tadinya berada di luar jaringan.selamat berhari minggu.
Hapuskalau saya pribadi sejak di bangku kuliah saya sudah tanamkan ke diri saya sendiri untuk tidak pernah mengharapkan harta warisan, karena buat saya harta warisan bisa menjadi pisau bermata dua.
BalasHapusKami berdua juga begitu, Bang Siregar. Kami sudah berjanji dan nekat menjajalani hidup mulai dari nol. Meskipun mertua saya orang lumayan punya. Kami tak pernah merengek kepada beliau. Jangankan sejengkal tanah sekilo beras pun kami tak pernah minta. Padahal awal menikah kami puas sengsara.
HapusAduh aku jadi teringat teringat...dan teringat. Tapi kemudian hampir sepeserpun tidak pernah mendapat warisan.
BalasHapusTapi tulisan ini benar semuanya harus dipersiapkan sejak awal lagi.
Kami juga tak pernah dikasih dan belum pernah minta kepada orang tua kedua pihak, Mas Syofyan. Awal menikah kami hanya dikasih orang tua sebuah rantang besar untuk tempat memasak nasi, masak gulai, dan merebus air minum. terima kasih telah singgah. Salam sehat buat keluarga di sana ya.
HapusTips yang sangat bermanfaat Bu, memang miris melihat fenomena ini terjadi di tengah masyarakat kita.
BalasHapusKetika melihat Uang, tidak peduli itu orang tua atau saudara semua dihantam habis.
Betul, mas Teddy. Menyaksikan peristiwa di atas, saya berpikir. Barangkali begitulah asal mula sering terjadi saling bunuh gara2 harta warisan. Selamat sore. Terima kasih telah mengapresiasi. Doa sehat untuk keluarga di sana ya.
HapusKisahnya bermanfaat sekali bunda. Karena harta warisan jadi antar saudara jadi cekcok bahkan berkelahi.
BalasHapusSeharusnya sebelum meninggal dibagikan dulu secara adil, tapi jangan semuanya ya, takutnya malah kalo umurnya panjang jadi susah karena hartanya sudah habis
Tidak hanya cek cok. Gara2 harta warisan, saling bunuh pun pernah terjadi terjadi. Selamat pagi Mas Tanza. Terima kasih telah singgah. Doa sejahtera untuk keluarga di sana ya.
HapusIni permasalahan yang emang dr dulu dan setiap keluarga kayaknya ada... Tp kalo aku jadi orang tua sih yang pali g banyak yang bakal saya kasih sih yang paling bungsu... Karena begitulah keadilannya,, anak pertama sudah lama menikmati harta ortu,, sdangkan bungsukan gak lama apalagi kalo masih smp atw smp sudah ditinggalkan ortu nya...
BalasHapusBehh kejadian kayak kerabat bu nur yang berantem gra2 harta itu msih sering terjadi disini sampe2 saling menggugat di pengadilan
Boleh juga nih, cucunda Alul. Tetapi masalahnya sering menjadi rumit, karena terikat dan harus mengikuti aturan agama dan tradisi. selamat pagi. Selamat beraktivitas
HapusIya nek, warisan bisa menjadi berkah bisa juga membawa petaka. Banyak keluarga terpecah karena rebutan warisan
BalasHapusBahkanengorbankan nyawa ya, ananda. Selamat beraktivitas. Doa sehat untuk keluarga di sana ya
HapusBetul bunda warisan bisa jadi pembawa petaka dah banyak contohnya
BalasHapusMakanya kalau kita kaya, jangan menunggu mati berbagi harta. Hehe .... Selamat pagi ananda Nita.
HapusHwah samaan bun. Keluarga dari ibu mertua berprinsip bahwa harta sebaiknya dihibahkan (bukan diwariskan) sebelum meninggal, salah satu hikmahnya untuk menghindari terjadinya erebutan harta benda peninggalan orang tua.
BalasHapusKalaupun diwariskan setelah orang tua meninggal, mudah-mudahan generasi kita termasuk yang bisa adil dan berdamai dalam hal pembagian harta benda peninggalan orang tua.
Banyak harta banyak broblem, tak punya harta serasa hina. Duh ...., dunia ini serba salah, ya, ananda regen. Terima kasih telah singgah. Doa sehat untuk keluarga di sana ya.
HapusArtikel yang bermanfaat😊👍
BalasHapusTerima kasih, Mas Warkasa. Selamat malam dan selamat istirahat.
HapusIya, warisan masih sering menjadi masalah dalam keluarga, sebaiknya memang mesti semangat bekerja dan berusaha dan tidak terlalu berharap dengan warisan supaya tidak terjadi sengketa. Mungkin perlu menulis wasiat yang jelas dan sudah dirembug. Tips yang bermanfaat Bu, di tengah masyarakat yang masih banyak masalah di pembagian warisan meskipun sudah diatur.
BalasHapusHarta warisan itu ada setannya, Pak Eko. Semakin diperkarakan kain nafsu untuk memilikinya, Terima kasih telah singgah. Doa sehat untuk keluarga disana.
Hapusharta warisan kadang kala menyebabkan pertengkaran. Seharusnya tidak ada isu perebutan harta. Terima kasih untuk perkongsian ni.
BalasHapusSalam kenal dari Malaysia.
Salam kenal kembali, Encik Azhafizah. Terima kasih telah menanggapi. Mungkin di Malaysia sana tiada terjadi kasus rebutan harta warisan ya. selamat malam dari negeri seberang.
Hapusternyata ibu orang minang ya
BalasHapusBetul, ananda Rizky. Terima kasih telah mampir ya. Doa sehat untuk keluarga di sana.
HapusTopik yang cukup berat. Saya juga sudah mulai berpikir mengenai harta warisan dan gono gini. Bersiap sebagai anak yang harus sadar dan tahu diri terhadap orang tua dan saudara. Terimakasih ibu Nur
BalasHapusKalau semua pihak sadar dan tahu diri terhadap orang tua, insyallah bisa aman-aman saja. Yang bikin ribut, ada yang merasa dirinya paling berkuasa dan maunya enak sendiri. Terima kasih apresiasinya ananda Supriyadi. Selamat malam
Hapusbegitulah soal harta di tingkat individu, dan jabatan di pemerintahan... selalu menimbulkan konfliks.
BalasHapusThank you for sharing
Harta dan takhta bikin manusia jadi mabuk ya, Mas Tanza. Selamat malam, Salam sejahtera untuk yang jauh di rantau orang. Selamat malam.
Hapusmau menambahkan satu lagi bunda, hehehe, urusan utang-piutang juga harus dicatat, siapa tahu ada transaksi yang terlewat. Jadi sebelum harta warisan dibagikan, perlu dicek apakah orang tua ada utang atau mungkin piutang dari orang lain. Supaya nanti utang tidak terbawa sampai ke akhirat. pun dengan piutang yang menjadi kewajiban bagi pemilik uang untuk mengingatkan kepada si peminjam agar mau mengembalikannya atau dengan kesepakatan lain yang tertulis agar tidak terjadi keributan kalau2 ternyata orang tua kita sudah mengikhlaskan piutang tersebut, tetapi sang anak tidak tau dan malah masih menagihnya. Begitu pula dengan wakaf dan hadiah, itu juga harus jelas tertulis dan tidak bisa diganggu gugat bisa sudah sah diberikan kepada lembaga atau orang lain. Wallahu'alam
BalasHapusIya, ananda Naia. Makanya, begitu orang tua dimakamkan, Hal pertama yang harus ditanya pada tetangga atau kenalan al Marhum adalah masalah utang. Setelah semua utang terbayar lunas, baru berbagi warisan bersama saudara.
HapusIbuuu Nur.. suka banget baca ini, jadi tau sudut pandang orang tua terhadap warisan.
BalasHapusBtw, mertua saya sama kayak Bu Nur nih, setelah pensiun, semua hartanya dibagi sama anak-anak, dan dibaginya rata, ga peduli laki atau perempuan.
Saya setuju seperti itu sebenarnya, meskipun memang hukum Islam itu terbaik, kenyataannya semua bisa lebih baik, kalau berjalan dengan baik, sesuai hukumnya.
Namun yang terjadi kan, kalau pembagian nggak sama rata, ada yang ternyata anak perempuan, menikah dengan lelaki yang kebetulan kurang bertanggung jawab, kasian juga kan ya.
Nah kalau ortu saya beda lagi nih, sampai bapak saya meninggal, belum ada sama sekali pembagian, meskipun ortu ga punya harta seabrek kayak lainnya, tapi saya rasa kalau dibiarin aja, bisa adi sengketa ya.
Saat ini sih, semuanya dikuasai kakak saya, saya sendiri malah beli sedikit tanah mama, biar bisa punya tanah di sana, hahaha
"... ada yang ternyata anak perempuan, menikah dengan lelaki yang kebetulan kurang bertanggung jawab, kasian juga kan ya." >>> Nah ini yang menyedihkan. Gak adil rasanya jika anak laki-laki hidup senang di atas harta orang tua, saudara perempuanya menderita dalam kemiskinan. Padahal mereka sama-sama keluar dari satu rahim. Terima kasih telah mengapresiasi, ananda Rey, eh Mbak Rey. He he ...
BalasHapusWah, aku baru tau ternyata Bu Nur urang awak.. Sama kita ternyata, samo2 urang awak. Hehehhe...
BalasHapusDua tips di atas itu aku setuju banget Bu Nur. Tips pertama, berguna agar tidak terjadi sengketa. Apalagi klo ga ninggalin wasiat atau pesan, kalau berselisih, maka biasanya akan diselesaikan dg hukum perdata yang berlaku tentang hak waris. Bukan secara islam. Bukan sesuai pesan dr orang tua juga, karena omong2an gt aja ga bisa dijadikan pegangan, harus tertulis berupa surat wasiat.
Kalau poin ke 2, itu memang harus menyediakan dana untuk berjaga2 ya. Dana pensiun di hari tua juga katanya lbh baik disiapkan sedini mungkin, karena kita ga akan tahu nanti bagaimana kondisi saat tua. Tidak mungkin jg selamanya mengandalkan anak2..
Makasi banyak untuk sharing2nya ya Bu Nur..
Eh ..., alhamdulillah, awak basobok di siko, ananda Thessa. Ya. Kalau urusan warisan sudah sampai ke pengadilan, duh ..., tak ada yang enak lagi hubungan kakak beradik. Orang tua pun mungkin jadi terbebani di dalam kubur. Selamat malam, ananda. Terima kasih telah mengapresiasi.
Hapusharta warisan emang sering banget bikin kisruut kalo ga dibuat dulu surat warisannya. Yang awalnya saudara, jadi ribut ga dan kaya bukan saudara lagi. Sungguh sedih melihatnya. Memang ada baiknya ancang-ancang bikin surat warisan ya biar ga saling ribut...
BalasHapusMakanya bar tidak ribut dikemudian hari, harta yang ada dibagi rata saja, selagi orang tua masih hidup. Terima kasih, Mas/Mbak. selamat sore.
Hapus