Dahulu Layak Dikatakan Negeri Miskin, Kini Rumah Cantik Bak Jamur di Musim Hujan
Beranjangsana sambil melepas ridu
Aduh ..., Rasanya mau menangis menyaksikan bekas jelajahan yang dulunya (setengah abad lalu) penuh suka dan duka. Terutama tanah di mana tempat saya menumpahkan keringat dan air mata, membantu orang tua memenuhi kebutuhan perut kami sekeluarga.
Di sana juga saya dan sebagian besar masyarakat lainnya pernah hidup dalam kesederhanaan. Kemana-mana jalan kaki. Hanya orang-orang tertentu saja yang punya sepeda.
Bila malam tiba rumah-rumah hanya diterangi lampu minyak. Dan seribu kekurangan lainnya yang tak berani saya tuliskan disini. Takutnya ada yang tidak berkenan. Namun, mohon maaf dan izinkan saya memberi label negeri ini dahulu jauh dari kata sejahtera. Bahkan layak dikatakan negeri miskin,
Kondisi sungai dan hutan rimba raya
Sungai yang dahulunya tempat saya dan teman kecil berdayung sampan mencari kayu bakar, menangguk udang, dan mencari sayuran kangkung, kini masih terbentang tenang membisu. Meskipun banyak mengalami perubahan. Airnya yang dahulu jernih kini keruh seperti air tanah. Bodinya yang lebar sekarang sudah kurus dan ramping.
Tepian tempat kami mandi berenang dan mencuci, hilang tak berbekas. Karena perubahan gaya hidup masyarakat yang meninggalkan kali untuk keperluan sehari-hari.
Hutan-hutan dan rimba raya kawasan aman bagi babi dan harimau beranak pinak, kini hampir tak tersisa. Setiap jengkal tanah di tutupi tanaman kelapa sawit.
Di sana sini jalan yang sudah dan belum beraspal terbentang panjang dan berli- kilu, plus jembatan yang jumlahnya tak terhitung. Ratusan pemukiman baru pun menjelma di setiap area.
Nasib bangunan produk tahun 70-an
Yang mencengangkan, rumah-rumah papan produk sebelum tahun 70-an, boleh dihitung dengan jari. Berganti dengan bangunan baru. Sebagianya cantik dan mewah (versi saya). Mobil plat hitam pun berseliweran di setiap desa.
Yang membuat saya ternganga-nganga, sebidang tanah yang dahulunya berdiri rumah gubuk, kini bercokol sebuah bangunan bagus, sebuah mobil pribadi warna putih terparkir di halamannya.
Setelah saya cari tahu, ternyata lokasi tersebut masih dikuasai oleh anak si pemilik gubuk enam puluh tahun lalu itu. Susah rasanya untuk dipercaya. Tapi itulah realita hidup.
Tak dapat pula diingkari, ada juga dahulu keluarga yang tergolong berada, di mana semasa remaja, saat libur sekolah saya pernah nguli di sawah dan ladang dia. Kini keturunannya tiada berubah, malahan bertambah payah. Subhanallah. Ketika Yang Maha Kuasa berkehendak semuanya bisa terjadi.
Tingkat pendidikan yang semakin membaik
Tingkat pendidikan putra daerahnya pun mengalami kemajuan pesat. Hal ini didukung dengan bangunan gedung-gedung sekolah dari SD sampai SMA, dan fasilitas pendidikan lainnya yang memadai.
Oknum orang tua yang dahulunya tidak pernah mengenyam pindidikan, kini anak-anak cucunya sudah banyak yang sarjana dan magister.
Bahkan memegang jabatan penting di rantau orang. Minimal lulus SMA. Baik anak laki-laki maupun perempuan. “Untuk apa anak perempuan sekolah sekolah tinggi, akhirnya ke dapur juga.” Sekarang filosofi kuno ini telah terbantahkan dan hancur luluh dikunyah zaman.
Sebelum tahun 80-an, tak satu pun putra daerah setempat yang berprofesi sebagai dokter. Kini jumlahnya tak terhitung lagi.
Masih terekam di benak saya, salah satu oknum tetangga mengejek Emak saya, gara-gara sok maju menyekolahkan saya melampaui Sekolah Rakyat. “Iyolah. Anaknya si anu sekolah tinggi. Kita tengok saja nanti, menantunya ‘orang berpangkat’. Sepatunya berdebab debob,” Ijeknya.
‘Menantu berpangkat’ maknanya menantu pejabat atau PNS, pergi kerja pakai sepatu bunyinya, bab, bob. He he ...
Dampak produk perkebunan kelapa sawit dan jagung
Ilustrasi Rumah Cantik di Inderapura Bak Jamur di Musim Hujan (Kebun kelapa sawit milik rakyat. Foto: Sutra)
Apa yang dinikmati penduduk Inderapura saat ini berkat hasil komiditi kebun kelapa sawit. Dampaknya semakin terasa sejak awal 2021 hingga kini. Dimana harga sawit melesat naik, manembus level dua ribuan per kg. Bahkan nyaris menyentuh angka 3 ribu. Semoga kondisi ini tetap bertahan.
Selain kelapa sawit, tanaman jagung pun tak kalah andil memberikan kesejahtera kepada penduduk kampungku.
Sejak puluhan tahun terakhir, sebagian besar petani Inderapura telah meninggalkan tanaman padi. Mereka mengalihfungsikan lahan sawah untuk budidaya tanaman jagung.
Sama seperti harga kelapa sawit, sekarang nilai jual jagung pun sedang mengalami pasang naik. Jadi hampir dipastikan, di tengah merebaknya pandemi covid 19 dua tahun terakhir, masyarakat setempat tidak mengenal yang namanya krisis ekonomi.
Beginilah sekilas info sekitar kondisi kampuang nan den cinto, yang sempat saya pantau selama sehari melanglang buana di sana. Intinya, dahulu negeri ini layak dikatakan miskin, kini rumah cantik bak jamur di musim hujan. Semoga bermanfaat.
Baca juga:
- Tak hanya Anak SD, Anak Orok Pun Terperangkap Pernikahan Dini
- Begini Sistem Pernikahan Minang Khas Inderapura Yang Melanggar dikutuk Quran 30 Juz
- Cucuku Fauzan Membuatku Banyak Tahu Tentang Tuna Rungu
- Curhatan Anak Korban Perceraian, Ibunya Menikah Lagi ...
- Duda Menikahi Perawan? Kenapa tidak. Asal Dia Duda Keren
*****
Penulis,
Hj. NURSINI RAIS
di Kerinci Jambi
rumah cantik, pemandangan indah.... alami.
BalasHapusPasti nyaman untuk dijadikan tempat tinggal.... 👍👍👍
Sepakat, Mas Tanza. Sayangnya hanya fpto ilustrasi. Bukan milik pribadi penulisnya. He he ... Terima kasih partisipasinya. Selamat pagi menjelang siang dari tanah air.
HapusOrang kampung yang tanam kelapa sawit berduit sekarang
BalasHapusHarga tertinggi sekarang
Tetapi kita hanya jadi tukang tulisnya Warisan Petani. He he .... Tak punya barang sepohon pun. Terima kasih apresiasinya, slam sehat selalu.
HapusKarena perkebunan sawit sukses disusul membaiknya harga jagung jadi banyak warga inderapura yang punya rumah bagus dan mobil mahal ya bunda.😀
BalasHapusIya, Mas Agus. Mudah-mudahan harga terus naik, minimal bertahan. Selamat menyambut hari lahirnya NabiMuhammad SAW. Salam sejahtera selalu.
HapusAlhamdulillah kampung halaman bu nur sudah lebih sejahterah yah... Tp perkebunan kelapa sawit juga punya dampak negatif loh nek seperti merusak lingkungan, membuat kekeringan di wilayah hulu dan banjir di wilayah hilir dan paling bahaya banyak hewan liar seperti ular, babi dll yang kehilangan t4 nya jadi mereka bakal pindah ke perkampungan buat cari makan.
BalasHapusBetul cucunda Fahrul. Setiap peralihan pasti diikuti oleh kerugian pihak lain. Selamat pagi menjelang tengah hari. Selamat beraktivitas.
HapusKelapa sawit jadi dewa penolong yang merubah daerah yang dulu miskin menjadi daerah yang makmur
BalasHapusPaktanyabegitu, Mas Hermansyah. Semoga kondisi ini tetap bertahan dan tidak hanya menyalamatkan kondisi sesaat. Terima kasih telah mampir. Salam hangat penuhkekeluargaan.
HapusMenengok kampung halaman, yang telah lama tak dikunjungi pasti menghasilkan kesenangan dan ketenangan sendiri ya bun..
BalasHapusJadi pengen pulang kampung nih... (walaupun belum sempat terus, harga tes PCR masih mahal 😅)
Tapi karena telah lama hidup di rantau, kalau malah rasa merantau, he he ... terima kasih telah menanggapi, ananda Dodo. Salam hangat pehun rahmat.
HapusMasyaAllah.. cantik rumahnya dan halaman kampong yg sangat nyaman sekali.
BalasHapusTapi bukan rumah kita, ha ha . cuman dapat potretnya saja. Selamat malam dari seberang kawan.
HapusHaha tapi still masih anggun rupa rumah2 disana ya. Selamat malam dari Malaysia sahabat
Hapuswahh senengnya pulang kampung sekalian mengenang zaman dulu ya
BalasHapusapalagi kalau sudah ada beberapa perubahan di kampung itu, jadi kangen masa masa dulu
Senangnya cuman sehari dua hari, Mbak Ainun. Selepas itu rasa merantau. Pengen kembali ke rumah sendiri, walau jauh di rantau orang. Terima kasih apresiasinya. Doa sehat penuh berkah.
HapusGemah ripah ya bund kampung halamanya.. ternyata nasib orang siapa yang tahu..
BalasHapusBetul, ananda Radhika. Makanya kita harus hati2 bersikap terhadap orang tak punya. Bisa saja ke depannya kondisinya berbsnding terbalik. dia lebih baik daripada kita. Terima kasih telah singgah. Selamat malam.
Hapussekarang itu di desa desa rumahnya bagus2 bu Nur
BalasHapusYah bersyukur juga jadinya berarti udah membaik ekonomi kita
Seneng banget banget bisa ke kampung halaman lagi ya bu
Syahdu liatnya
Syahdu banget, Mas Ikrom. Meskipun menyaksikannya hanya sekali setahun. Terima kasih telah mengapresiasi, doa sejahtera untuk keluarga di sana ya.
HapusIya ya Bu, sekarang orang-orang tuh duitnya banyak-banyak, rumah mentereng di mana-mana, nggak peduli di kampuang :D
BalasHapusMama saya juga tinggal di pelosok, dulu waktu awal mula blio tugas di sana, tuh pelosok begitu pelosok banget, sekarang rumah mewah di mana-mana, luar biasa kemajuan ekonomi zaman sekarang, yang masih jarang disadari orang kota