Pengalaman Dimarahi Atasan di Hadapan Teman, Sakitnya ke Ulu Hati
Masih ramai diperbincangkan, kejadian yang menimpa Khairuddin Aritonang alias Coki. Pelatih cabang olahraga biliar Pon XX itu sedih dan malu karena dijewer oleh Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi.
Peristiwa itu berlangsung hari Senen 27/12/2021, pada acara penyerahan bonus para atlit peraih medali Pekan Olahraga XX Papaua. Gara-garanya, saat Edy memberi sambutan, Coki tidak ikut bertepuk tangan.
Gubernur Sumut itu memanggil Coki naik ke pentas. Interview berlangsung beberap detik, kemudian dia menjewer telinga Coki, terus mengusirnya keluar. Meskipun dibantah oleh Coki kalau dirinya tidak diusir.
Terlepas dari itu semua, sejak pertama peristiwa itu diwartakan televisi, saya terhenyak haru bercampur sedih. Kilas balik kejadian yang pernah menimpa saya berkelebat di ruang mata. Meskipun kejadiannya telah berlalu 40-an tahun.
Dimarahi Pak PS di Hadapan Sesama Guru
Zaman itu kami ngontrak di desa berbeda dengan SD tempat saya mengajar. Setiap hari saya ke sekolah jalan kaki menempuh jalanan sepi kurang lebih 3 kilometer pulang pergi. Ketemu babi hutan bukan hal aneh bagi saya. Terlebih ketika hujan rintik-rintik.
Saya akui, memang saya sering terlambat. Kecuali giliran saya piket. Kadang-kadang sampai di sekolah, bel telah berbunyi anak-anak sudah berbaris di halaman.
Maklum sekolah di desa masa dahulu. Telat 10-15 menit itu lumrah. Tidak di tempat kami saja, malahan ada sekolah lain yang lebih parah. Guru masih di jalanan di atas pukul 8.00 WIB bukan pemandangan aneh.
Karena tidak semua mereka mau nginap di desa tempat dia
mengajar. Angkot belum ada, motor bisa dihitung dengan jari. Guru bolak balik dari jauh paling pakai sepeda.
Hari itu naas bagi saya. Sampai di sekolah, halaman depan sepi. Semua siswa sudah masuk kelas. Seperti biasanya saya terus ke kantor menandatangani daftar hadir.
Begitu saya nongol, Emaakkk ...! Mati aku. Rupanya di ruang guru, teman-teman sedang berkumpul. Ada Pak PS. (Penilik Sekolah = Pengawas Sekolah) sedang memberi pengarahan.
Pria 56 tahun itu terkenal tegas. Saya tidak menghakiminya sebagai sosok kejam seperti kebanyakan teman guru lain melabelinya. Sebab dalam menjalankan desiplin, tegas bukan berarti kejam. Begitu Bapak Kepala Sekolah kami sering mendengung-dengungkan filosofinya.
Ya, sudah. Apa pun istilahnya saya ikuti saja. Waktu itu belum genap 7 tahun saya bertugas. Karakter saya masih bawaan siswa yang menuntut ilmu di sekolah. Patuh kepada guru, dalam hal ini adalah kepala sekolah.
Mukanya (PS) merah padam matanya melotot menghadap ke saya. Seperti harimau mau menerkam. “Engkau terlambat. Bagus nian film tadi malam? Bla .., bla ..., dan banyak kata-kata lain yang menyinggung perasaan saya menikam ke ulu hati, tak perlu saya ungkapkan di sini. Bahkan saat menulis paragraf ini tak tertahan air mata saya bergulir.
Ruangan guru sunyi senyap. Dada saya bergetar hebat, tubuh ini menggigil menahan perasaan,. Malu dan takut bercampur aduk. Siapa yang tidak malu dicaci maki di hadapan teman-teman. Walaupun jumlahnya cuman 10 orang. Tidak seramai di aula rumah gubernur Sumatera Utara ketika Coki Aritonang dijewer Edy Rahmayadi.
Batin saya protes. Perlakuan yang saya terima lebih daripada dijewer dan tidak seimbang dengan kesalahan yang saya buat. Saya benar-benar tertekan, sedih, dan tak berdaya. Hanya air mata yang menetes.
Berbulan-bulan saya tak bisa tidur siang dan malam. Setiap kali teringat caci maki sadis tersebut, dada saya berdebar. Di rumah saya sering ngelamun.
Saya tak pernah curhat kepada siapapun. Sehingga penderitaan tersebut saya tanggung sendiri. Saya tak mau suami dan putri saya waktu itu usia 4 tahun terganggu psikisnya gara-gara saya dihina di depan orang banyak.
Tak heran, kalau Coki Aritonang menangis teringat dirinya diledekin orang karena dijewer Gubernur di hadapan publik. (youtube tribunnews). Enaknya, sekarang Coki dikelilingi pengacara-pengacara hebat.
Simpulan, Saran, dan Penutup
Simpulan
Sebagian oknum pemimpin kurang menyadari, bahwa negara ini tak akan selesai oleh dia sendiri. Dia lupa, segala sesuatu ada awal dan akhirnya. Jabatan itu titipan, bukan milik satu tangan. Makanya mereka berani bertindak semena-mena terhadap orang kecil dan bawahan.
Mereka juga tak ingat, jika sekarang dia gubernur, boleh jadi jika Tuhan berkehendak, sekian tahun mendatang dia jadi kuli, bahkan jadi pengemis. Atau menjadi warga Rumah Sakit Jiwa. Atau penghuni hotel prodeo.
Saran dan Penutup
Sekarang Indonesia telah merdaka. Tiada zamannya lagi menegur bawahan dengan marah-marah, mencaci cerca, menyinggung pribadi, apalagi menjewer. Di hadapan orang banyak pula.
Apalagi era sekarang, informasi terbuka sililit bumi. Sedikit saja pemimpin salah bersikap, kabarnya mewahana ke alam sejagat. Insan-insan hukum pun bejibun siap membantu pihak yang merasa didzolimi.
Seribu satu seni menegur anak buah, di antaranya mengajaknya bicara baik-baik setelah dia berbuat salah di ruang khusus, memberinya tegoran/peringatan secara tertulis (menurut saya cara ini paling mudah ). Dan lain sebagainya.
Tentu saja tak boleh diabaikan, haknya untuk menyampaikan pembelaan. Pesan sampai, bawahan yang ditegur tidak sakit hati dan tidak merasa didzalimi.
Hanya satu yang harus direm, “Memarahi dia di hadapan orang banyak.” Karena luka tersayat pedang obatnya mudah dan dapat dicari. Luka karena lidah sakitnya terasa sampai mati.
Demikian pengalaman saya “dijewer” oleh atasan. Sakitnya ke hulu hati, sedihnya bertahun-tahun. Semoga inspiratif.
Baca juga:
- Ini Dia, Kegagalan dan Kesuksesan Saya Selama Tahun 1021
- Sukseskan Pesta Pernikahesuksesan say anmu Tanpa Diguyur Hujan, Hindari 2 hal ini
- Asyiknya Pesta Makan Kerak Berkuah di Dusun Tanjung Tanah Kerinci
- Pesan Klasik Orang Tua dan Kresek Ajaib
- Hati-hati Bertemu Teman Lama, Jangan Sampai Rusak oleh 3 Sikap Ini!
*****
Penulis,
Hj. MURSINI RAIS
di Kerinci, Jambi
Pemimpin yang baik perlu ada sikap toleransi dan empati
BalasHapusYa, orang cepat marah itu egonya tinggi. Terima kasih telah mengapresiasi, sobat. Maaf telat merespon.
HapusMasya Allah, tulisan yang sangat menginspirasi Nek. Begitulah Islam dalam mengajarkan kita menegur entah itu teman, bawahan, keluarga atau siapapun.
BalasHapusAjak ngobrol berdua, tegur saat orang tidak ada karena itu adalah penghinaan bagi Korban.
Semoga sehat selalu Nek
Betul, ananda, ini perlu dicamkan oleh kalian yang muda2 (calon pemimpin). Hidup tak akan lama. Mungkin besok atau lusa hidup ini berakhir. Membawa dendam yang bersarang di hati.
HapusIkut sedih bacanya Bu haji, memang sakit hati kalo dimarahi di hadapan orang banyak. Kalaupun atasan hendak memarahi, mbok ya hanya berdua saja jangan di depan orang lain.
BalasHapusTapi yang bagus sih menurutku menanyakan dulu, jangan langsung marah-marah.
Betul, Mas Agus. Akhirnya setahun kemudian, doi mati sedang tidur. Pulang dari penataran di Provinsi, langsung tidur. Besoknya gak bangun2.
HapusBetul sekali rasanya tidak enak, saya pernah ditegur di hadapan umum, ketika teman nanya masalah organisasi dan saya jelaskan, ga taunya yg sedang memberikan sambutan negur saya karena beliau kenal saya dan tidak kenal teman yang ngajak ngobrol saya, malunya ke ubun2 karena semua memandang melihat saya 😁 tapi banyak yang membela saya, tidak sepantasnya menegur seseorang Di depan umum, itu kata teman2 yang hadir 😁
BalasHapusNenek malah dibentak2nya, duh ..., kita perempuan kalau dikasari memang stress luar biasa. Mungkin bagi cowok tidak masalah ya. Terima kasih apresiasinya, ananda Dinni. Selamat beraktivitas.
HapusBener. Orang dimarahi di depan publik itu akan meninggalkan luka yang abadi.
BalasHapusTerima kasih atas artikel, Bu Nursini.
Terima kasih kembali, Pak Budi. Terima kasih juga telah singgah. Benar, Pak Budi. Kajadian menimpa saya sudah 40-an tahun. Tapi bila teringat saya sedih. Sakit hati gak lagi. Beliau juga udah berpulang setahun sesudahnya. Dalam status belum pensiun.
HapusIkut menyimak Bu Nur, inspiratif 😊👍
BalasHapusSilakan Mas Warkasa. Selamat malam.
BalasHapusmemarahi bawahan di depan umum adalah kultur yang mesti diubah......karena memang tidak menyelesaikan masalah
BalasHapus# kisah inspiratif dan menarik untuk direnungkan....
Seharusnya begitu, Mas Tanza. Tapi sekarang kayaknya kejadian serupa udah jarang. Para pemimpinannya bumumnya betpendidikan sarjans. Zaman kami dulu, kadang sang atasan cuman berpendidikan SGB, setingkat SMP. Mereka pernah mengalami pendidikan zaman kolonial. Terima kasih telah singgah. Salam bahagia dari tanah air.
Hapussyukurlah kalau begitu.... ada perkembangan
Hapus👍👍👍
Setuju Bun, sebagai atasan memang berhak marah untuk menegakkan peraturan, tapi semua ada tata caranya. Saya rasa di jaman Bunda dulu, belum ada pelatihan kepemimpinan ya? Atau di kala itu tidak cukup banyak orang yang mampu membedakan antara tegas dan pemarah. Sehingga persepsi yang terbentuk adalah tegas = tukang marah. Pemimpin harus tegas, berarti pemimpin harus... ?
BalasHapusTapi ya, sudah lah Bun, kan sudah kejadian lama. Dibikin lucu-lucuan aja. Nanti malah rugi sendiri kalau yang diingat2 bagian sedih dan malunya 😁
Bukan begitu Bun?
Sepakakat, ananda. Beliau (PS) itu pernah mengenyam pendidikan zaman kolonial. Wajar. Sekarang bunda menerima. Tapi dahu memang kesal. Maklum usia 28 tahun. Waktu mengajar olahraga masih sering pacu lari sama anak kelas 6. He he. Terima kasih telah mengapresiasi. Selamat pagi menjelang siang.
Hapusdimarahi di depan orang banyak memang tak mengenakkan ya Bu Nur
BalasHapusrasa malu dan tak dihargai jadi satu
entah apa yang ada di benak Pak Eddy
padahal dia bukan Kim Jong Un hehe
Ngomongin PS, Penilik sekarang juga galak-galak
Tapi dulu pas ngajar saya malah yang ditakuti PS soalnya sering nulis kebobrokan penggunaan dana di sekolah
wkwkwk
Pernah juga saya debat dengan PS di kantor UPT soal SKP guru PNS yang mau pensiun tapi dibikin mbulet
ya sudah saya rekam saja terus saya upload di youtube heheh
Habis itu PS engga berani marah kalau ada saya
Padahal saya cuma guru honorer
He he ... Terntata betul juga ya. Menviralkan kasus lebih bagus darpada melaporkannya pada yang berwajib.selamat sore ananda. Maaf belum srmpat betkunjung ya. Nenek lagi otw jambi-pekanbaru.
HapusIya mba. Bisa buat pelajaran kita juga ya. Aku ngerasa bersalah juga, marahin anakku pas ada tmn2nya karena waktu itu (seingatku) mainnya over dr jam yang disepakati.
BalasHapusSayang anak harus dimarahi asal jangan mengeluarkan kata menyinggung perasaannya di hadapan teman2nya
HapusWkwkw aku kerja pertama dulu pas lulus SMK pernah begini wkwk dibentak kenceng banget pas lagi rame-ramenya orang. Semua orang diem, aku nyengir, lalu nyelonong ke gajebo kantor gitu. Males bener wkwkw
BalasHapusHa ha ... kita mulai kerja , masih lugu. Kalau udah agak lama, minimal ada sedikit keberanian untuk membela diri (protes)
BalasHapusUntungnya saya tidak pernah dimarahi atasan, bu. Tapi sering dimarahi isteri walau tidak di depan orang lain he he he
BalasHapusHa ha ... Marah sayang kali. Asal jangan dipecat saja Pak Sofyan. selamat malam. Terima kasih telah singgah. Maaf telat merespon.
HapusMenjadi pemimpin memang harus bijak ya Bu, sebaiknya tidak memarahi atau membuat malu bawahan di depan umum...Artikel yang sangat inspiratif Bu. Salam sehat Bu.
BalasHapusSeharusnya memang begitu ya Pak Eko. Marah ke bawahan di hadapan umum tak akan menyelesaikan masalah. Terima kasih telah mengapresiasi. Selamat malam.
HapusKalau sekarang sepertinya menegurnya lebih ke ngomongin didepan orangnya langsung tapi menggunakan nama samaran, alias menyindir.. Sering banget tuh, tapi tak apalah sedikit-sedikit jadi intropeksi dan memperbaiki diri.
BalasHapusGaya setiap pemimpin beda2ya, Mas Andrie. Asal jangan membuat bawahan sakit hati saja. Selamat malam. Terima kasih telah singgah. Doa sehat selalu.
HapusDitegur karena salah adalah wajar. Tapi cara menegurku yang memang harus disesuaikan. Di tempat saya mengajar, guru yang terlambat biasanya dipanggil. Tidak dimarahi di depan umum, tapi guru-guru yang lain bisa tahu siapa saja yang dipanggil. Supaya tidak dipanggil, berusaha banget supaya tidak terlambat.
BalasHapusNah. Kepala sekolah yang baik dan bijak seharusnya begitu. Tidak menyakiti. Apalagi memarahi bawahan di depan umum. Selamat pagi, ananda Nisa. Terima kasih telah singgah. Doa sehat selalu ya.
Hapus