Ilustrasi Klik Foto Langsung Jadi
Beberapa tahun terakhir, berfoto menggunakan kamera Handphone merupakan bagian dari gaya hidup masyarakat Indonesia, dan dunia umumnya.
Trend ini telah mewabah ke seluruh lapisan masyarakat dari kota sampai ke desa. Mulai anak-anak, sampai orang dewasa, tua atau muda, pria atau wanita. Asal ada kesempatan, cklik ..., fotonya jadi. Gratis seratus persen.
Ilustrasi Klik Foto Langsung Jadi
Gejalanya berawal dengan demam selfie. Dikit-dikit selfie, dikit-dikit selfie. Kini kayaknya lebih cendrung ke foto bareng dengan gaya-gaya nyentrik. Tak jarang bibir seksi dibikin penyot. Ha ha ha ....
Berfoto di area pesta
Ilustrasi Klik Foto Langsung Jadi
Selasa, 30 Mei yang lalu, seharian saya dan suami nongkrong di pesta
pernikahan koponakan di Inderapura
kampuang nan dencinto. Emaaak ...,
benar-benar gila. Setiap tamu yang datang, tiada momen tanpa berfoto.
Ilustrasi Klik Foto Langsung Jadi
Terlebih saat ketemu sahabat karib, seolah-olah jepret menjepret itu merupakan ritual wajib. Intinya gak heboh tanpa bergaya dulu di depan kamera.
Ilustrasi Klik Foto Langsung Jadi
Satu saja yang memulai, lainnya nyerbu. Yang diajak pantang menolak, yang tak diajak mintak-mintak. “Aku ikut, ah.” He he ....
Berfoto ala kaum milenial
Ilustrasi Klik Foto Langsung Jadi
Para undangan yang umumnya didominasi kaum milenial itu semakin narsis karena pihak CEO-nya sengaja menyediakan spot-spot foto selain pernak-pernik pelaminan. Hingga orang yang kurang mau dipotret pun jadi terpikat.
Ilustrasi Klik Foto Langsung Jadi
Saya berpikir, semoga emak-emak cantik ini punya suami berhati lapang alias tak gede cemburu. Sang suami harus pandai beradaptasi dengan zaman. Kalau tidak, sampai dirumah bogem mentah mendarat di kening istri. Ha ha .... Sebab, kadang-kadang mereka berpose bareng bapak-bapak yang tak kalah hebohnya dari kaum hawa.
Foto bareng dan reunian
Ilustrasi Klik Foto Langsung Jadi
Parahnya lagi yang namanya pesta, nyaris identik dengan reuni kecil-kecilan. Yang teman SD-lah, teman SMP-lah apalagi sahabat SMA. Wow ...., Saat berjoget mereka larut dalam kegembiraan. Juru kamera gratis siap menjepret/merekam video.
Tiada bedanya si miskin dan si kaya, si cantik dan si jelek. Semua bebas menikmati gayanya dalam berfoto. Bahkan nenek-nenek seperti saya pun tak mau ketinggalan kereta. He he .....
Ilustrasi Klik Foto Langsung Jadi
Tak tahu apakah saat ini mabuk berfoto yang kelewatan (menurut saya) ini hanya melanda masyarakat pedesaan saja? Karena barangkali orang kota sudah berangsur meninggalkannya alasan jenuh atau telah beralih ke trend terkini versi lain.
Ilustrasi Klik Foto Langsung Jadi (Foto Ida Risida)
Ilustrasi Klik Foto Langsung Jadi
Begitulah efek kemajuan teknologi yang tak kenal ampun. Dia telah meruntuhkan batas-batas satatus sosial, yang dahulunya kaku penuh basa-basi menjadi luwes.
Berkodak era enam puluhan
Ilustrasi Klik Foto Langsung Jadi
Awal 60-an di kampung saya Inderapura sana, berkodak (berfoto) hanya dinikmati oleh kaum berduit saja. Sebab, jika mau berfoto harus ke kota Padang. Naik kapal mengarungi sungai dan laut semalaman.
Mendatangkan tukang foto (fotografer) masuk kampung bukan perkara mudah. Menunggu orang dari luar daerah. Zaman itu ada juru putret dari Kota Sungai Penuh.
Ilustrasi Klik Foto Langsung Jadi
Untuk sampai ke kampung kami Pak Adam, begitu pria jangkung itu dipanggil, harus menaklukkan hutan blantara Bukit Barisan di punggung Pulau Sumatera menggunakan sepeda onta. Jarak tempuhnya 100 kilometer lebih.
Ilustrasi Klik Foto Langsung Jadi
Membayangkan medan tempuhnya kondisi jalan tanpa aspal, tikungan tajam, terjal, kiri kanannya banyak jurang yang menganga, kedalamannya susah diperkirakan, sulit dipercaya bahwa fakta tersebut benar adanya. Tetapi itulah realita pada zamannya.
Nunggu 3-4 bulan belum tentu jadi
Ilustrasi Klik Foto Langsung Jadi
Sekali dipotret, hasilnya diketahui 3 atau 4 bulan ke depan. Fotonya hitam putih. Itupun belum tentu jadi. Kadang-kadang ada produk gagalnya. Berbulan-bulan ditunggu, hasilnya nol. Kata dia fotonya hangus. Tak tahu apakah hangus yang dimaksud Pak Adam itu artinya terbakar api atau tidak jadi karena alasan tertentu.
Ilustrasi Klik Foto Langsung Jadi
Saya masih ingat, sesuai jadwal yango dijanjikan, Emak dan teman tetangganya menunggu kedatangan Pak Adam. Hari itu selain mau ngabil foto hasil pemotretan sebelumnya, Emak berjanji akan mengkodak saya. Senangnya bukan kepalang.
Ilustrasi Klik Foto Langsung Jadi
Tiga bulan kemudian hasilnya, gambar tubuh saya kecil. Kurang lebih seujung lidi. Padahal Emak sudah bayar mahal.
Saya kecewa. Sebelum difoto saya telah melakukan persiapan sedemikian rapi. Rambut tipisku dikepang dua, pakai bedak produk Palase yang biasa disebut bedak Paris. Plus baju merah bawahannya model rok payung. Tegak berdiri tinggal nunggu aba-aba "Siap, grak ...!" Ha ha ....
Penutup
Enaknya hidup masa kini. Sekali klik fotonya langsung jadi. Yuk, ucapkan selamat tinggal pada sang jadul. Menunggu foto siap 3-4 bulan itu kuno. Anggap saja kenangan indah pelengkap sejarah hidup. Semoga inspiratif.
Baca juga:
Sumber Ilustrasi: Dokumentasi keluarga
*****
Penulis.
Hj. NURSINI RAIS
di Kerinci, Jambi
sisi posistif kemajuan zaman, bisa eksis dan berbagi bahagia melalui foto tanpa menunggu hasil cetakan ya nek.
BalasHapusBetul sekali ananda. Yang penting nenek ini juga dapat menikmati sensasinya berfoto selfie. Ha ha .....
Hapuswah saya langsung browsing apa itu bedak palase, bunda.. hihihi.. Kalau saya jarang selfie, sekalinya selfie suami langsung bilang unggah dong di IG masa foto doang tapi gak dipajang. Haduh. ada2 aja
BalasHapusBedak orang dahulu, Ananda Naia. Sampai sekarang masih ada di pasaran. Wanginya khas zaman kolonial. Bedak padat warnanya putih. Almarhumah mertua. Sampai akhir hayatnya pakai bedak paris.
HapusTeddy lahir di zaman saat foto sudah mulai berwarna Nek hehe.
BalasHapusLama juga ya harus nunggu 3 - 4 bulan untuk bisa tahu hasilnya. Belum tentu jadi lagi, waduhh.
Kalai sekarang, tinggal jepret lalu cetak sendiri di rumah pun bisa.
Artinya Nenek lahir di zaman ketumbar, kamu nongol di zaman merica. Ha ha .... Terima kasih telah mampir ananda Teddy.
Hapusitulah bedanya antara foto biasa dan foto digital....
BalasHapusDi Amerika masih ada cuci foto sehari jadi, artinya ambil foto hari ini, cuci hari ini, besok jadi....
Anak saya masih melakukan hal ini, pakai tustel tua.... ya, kadang gagal motretnya, hasilnya nggak bagus.... hehehe
Tapi keunggulannya, foto orang dahulu tuh, awet, tidsk cepat pudar. Tak tahu apakah pengaruh tustel atau kertas atau bahan kimia untuk mencucinya.
Hapus👍👍👍
Hapus
BalasHapusAlfan Ismail commented on "Sekali Klik Foto Langsung Jadi. “Nunggu 3-4 Bulan?” Kuno"
1 hour ago
saya cuma heran kenapa kalo perempuan poto kalo ga kakinya ngacung kesamping, badan miring, kalo ga bibir dimonyongin hehehehehe salam kenal mbak
Maaf, Mas Alfan Ismail, komenmu saya kopas di sini. Karena notasinya ada, tapi tidak muncul pada kolom komentar. Kasus ini beberapa kali terjadi. Mungkin ada masalah pada tamplet atau hp saya ..... Hehe ... Gak tau juga maksudnya emak2 kalau berfoto sering begitu. Mungkin ekspresi dari rasa kegembiraannya. Terima kasih telah mampir selamat sore.
HapusTulisan Bu Nur merupakan dokumentasi bukan saja perkembangan teknologi namun juga perubahan sosial yang diakibatkannya. Diantaranya adalah kamera gawai juga telah menjadi candu dan menimbulkan korban jiwa. Yang terbaru remaja yang tertabrak truk demi membuat konten.
BalasHapusTerima kasih Bu Nur, bermanfaat.
Hormat saya.
simpan buat kenangan. entah bila dapat berkumpul sama-sama lagi begitu
BalasHapusIya. Setuju, ananda Sal. Kadang suatu momen belum tentu terulang dua kali. Makanya perlu diabadikan berupa gambar.
HapusMemang bicara soal Photo zaman sekarang sama zaman dulu beda yee bu Haji...😁😁
BalasHapusKalau zaman sekarang sekali jepret kita sudah bisa melihat hasilnya...Beda dengan zaman dahulu setelah diphoto pasti selalu berharap2 cemas apakah hasilnya akan bagus jika sudah dicetak nantinya.😁😁
Makanya tak heran banyak orang sudah berumur tapi masih suka Selfi mungkin dulunya mau photo2 butuh proses yang cukup menyita waktu. Memang lain dulu lain sekarang tetapi meski begitu sesuatu selalu punya makna serta kenangan tersendiri yee bu Haji.😊😊
... tak heran banyak orang sudah berumur tapi masih suka Selfi mungkin dulunya mau photo2 butuh proses yang cukup menyita waktu .... >>> sepakat, Mas Satria. Sekarang dia melampiaskan fubernya ya, Mas. Haha ....
HapusJadi ingat dulu kalau foto pakai kamera yang kudu beli rol film ya namanya, kalau mau foto, hasilnya juga nggak tahu, tunggu habis filmnya, terus dicetak, dan cetaknya juga harus nunggu beberapa hari baru jadi :D
BalasHapusSampai di Mekah, si kakek, membatasi saya memotret. Supaya filmnya tak cepat habis. Padahal pakai kamera digital. He he ..... Selamat dini hari, ananda Rey.
Hapusinget jaman saya SD bu, sempat juga merasakan era cuci foto. yang kalau mau di afdruk harus nunggu seminggu baru jadi. dan yang punya kamera kadan harus rela ga kebagian filem haha. salam sehat ibu Nur
BalasHapusHe he. .. Mending kamera bisa minjam, atau beli sendiri. Tahun 70an, kalau ke studio foto, harus nabung dulu baru bisa berfoto. Uang belanja dikasih orang tua pas2an.
HapusHahahahaha kalo diinget cara foto zaman dulu lucu Yaa bund 🤣. Aku aja masih sempet ngerasain foto pake kamera analog. Dan beberapa kali ngalamin foto hangus 😄.
BalasHapusMakanya bersyukur zaman skr jadi jauh lebih muda. Hasilnya jelek, tinggal foto ulang 😁
Tidak hanya berfotonya yang mudah ya, ananda Fanny. Untuk melihat titik lemahnya wajah kita juga sangat mudah karena kita bisa selfie kapan saja, dan dimana saja. Selamat berhari minggu, selamat bersenang2 bersama keluarga.
Hapus