Seminggu di Kampung Halaman, Inilah 4 Fenomena yang Melanda
Maklum, tak sempat nulis karena lama merantau ke Inderapura, Pesisir Selatan, menghadiri pesta pernikahan keponakan. He he ... mudik ke tanah kelahiran dibilang merantau. Habis ..., rasanya merantau benaran.
Hati yang Berbunga-bunga
Bagi saya, merencanakan waktu untuk pulang kampung itu membat hati ini berbunga-bunga. Sayangnya, sampai di sana saya tak betah tinggal berlama-lama. Bawaannya mau cepat kembali ke tanah rantau.
Alhamdulillah, kemarin sore saya dan suami kembali lagi ke Kerinci. Negeri yang telah kami tinggali hampir setengah abad. Di sinilah rumahku istanaku. Saya nyaman tinggal di gubuk sindiri. Meskipun hanya terbuat dari bambu beratap rumbia.
Setelah direnung-renung, ada beberapa penyebab tubuh saya rewel tinggal di kampung. Di antaranya:
1. Selera makan kurang
Semakin tua tubuh dan selera makan saya dan suami kian rewel. Dia menolak makanan terlalu pedas, terlalu berminyak dan terlalu banyak santan. Kalau dipaksa-paksa bisa menimbulkan penyakit. Misalnya demam karena panas dalam, diare, dan kolesterol tinggi melambung.
Sedangkan tuan rumah terbiasa dengan menu keminangannya. Setiap kami pulang mereka sengaja menjamu kakaknya ini dengan masakan enak, yang umumnya berlemak tinggi.
2. Insomnia
Kasus yang sama juga terjadi saat bermalam di rumah anak sendiri. Untungnya kesehatan saya tidak terganggu.
Pertama nginap di kampung barusan Insomnia saya menggila. Situasi kian memburuk karena tengah malam hujan turun sangat lebat disertai badai topan. Duh ..., saya jadi stress. Malam terasa amat panjang. Masalah yang tak patut dipikir pun mundar mandir di kepala.
3. Jarang buang air besar
Poin ke tiga ini lucu bin aneh. Setiap bertamu (baca: nginap beberapa saat di tempat lain), tidak hanya mata yang membahasakan ketidaksukaannya. Kotoran di perut pun ikutan protes dan mogok.
Seminggu saya di kampung, BAB cuman 2 kali. Itupun rada-rada dipaksa. Sebab tuntutannya antara iya dan tidak. Padahal makan buah dan sayur setiap hari. Minum air putih lumayan banyak karena bawaannya haus melulu.
Anehnya, problem ini juga dialami oleh cowok gantengku. Kalau saya dapat jatah be-ol 2 kali, dia hanya 1 kali. Kok bisa ya? Beda perut kelakuannya nyaris sama. He he ....
4. Udara kurang bersahabat
Bandingkan dengan di Kerinci sini. Jauh banget. Ambil contohnya hari ini. Pada jam/waktu yang sama, kecerahannya pun serupa, hawanya cuman 23 derajat Celcius.
Penutup
Tulisan ini hanyalah curhatan belaka. Bukan berarti saya anti dengan tanah kelahiran sendiri. Seperti kacang lupa kulitnya. Ini hanya masalah perbedaan kebiasaan saja. Andaikan saya bisa bertahan beberapa bulan kondisinya tentu baik-baik saja.
Anehnya, setelah 7 hari saya di sana, kemudian pulang lagi ke tanah rantau, saya justru sedih. Karena di sanalah saya lahir dan dibesarkan oleh almarhumah ibunda tercinta, penuh derita dan deraian air mata.
Kini beliau telah tiada. Tinggallah cerita berbalut duka, tak mungkin terlupakan begitu saja. Semoga inspiratif.
Baca juga:
- Apa iya, Karakter Seseorang Bisa Dibaca dalam 40 DetiK?
- Intip Serunya Lebaran Tahun 2022, Tamu Tidur Bergelar Tikar
- Dahulu Suka Makan Ayam, Kini Ogah Gara-gara Pahanya Segede Lengan
Sumber Ilustrasi: Dokumentasi Pribadi
*****
Penulis,
Hj. NURSINI RAIS
di Kerinci, Jambi
banyak kenangan pahit manis terimbau bila pulang ke kampung halaman
BalasHapusBetul, Wak Petani. Terima kasih telah mampir.
HapusBanyak kenangan di kampung tercinta ya Bu Nur.. selamat sore dan salam hangat😊
BalasHapusBanyak sekali, Mas Warkasa. Selamat pagi. Terima kasih telah mengapresiasi.
HapusHalo bu Nur sehat selalu baru sempat mampir 🙏
BalasHapusHello juga, ananda Nita. Selamat pagi. Maaf juga lama tak menyapa.
Hapuskami juga, kalau sudah menyentuh angka 30*C, sangat tidak nyaman...
BalasHapuswow...23*C seperti musim semi (musim bunga) di tempat kami....sangat menyenangkan.
Iya, Mas Tanza. Di kampung saya itu dekat dengan pantai. Kerinci sini udah jelas hawa pegunungan.
Hapus👍👍👍
Hapuswah saya kira cuma saya yang sembelit kalo lagi pergi kemana2.. ternyata ada temennya.. hehehehe.. Enak bun suhunya adem 23 derajat. Jakarta kadang bisa tembuh 36 derajat, malam juga kadang gerah luar biasa
BalasHapusAdem banget, ananda. Saat ini (pukul 10.15), malah 22 derajat. Makanya bunda dan suami tak tahan tinggal di kampung dan kota Jambi yang udaranya mirip Jakarta.
HapusEh ..., betulkah. Kalau ananda ke luar daerah itu semblit melilit. Artinya tabiat tubuh kita sama. He he .... Selamat pagi ananda Naia. Terima kasih telah mampir.
Betul bunda, pernah saya seminggu pergi ke kampung ibu mertua, seminggu itu saya benar-benar sembelit.. hehehe padahal sudah makan sayur dan buah
HapusMungkin alat pencernaan juga perlu beradaptasi ya, ananda Naia.
HapusIni masalahku juga mba, sembelit tiap traveling 🤣🤣🤣. Ntah kenapa Yaa, kayaknya si perut adaptasi lebih lama kalo udah di tempat baru. Apalagi kalo toiletnya rada2 kotor atau seram, makin lama dia mau kluar wkwkwkwk
BalasHapusHa ha ..... Tinja di perut juga bisa menyatakan tidak suka, ya, ananda Fanny. Dia menolak keluar di tempat yang kurang bersih dan seram. Enaknya, dia tidak merepotkan. Coba saat di perjalansn dia mau nongol. Wah .... Sibuklah si empunya. Selamat siang ananda. Terima kasih telah mengapresiasi.
Hapuswah aku juga suka susah BAB jadinya walau tidur di hotel sekalipun.
BalasHapusPadahal dikasih ditinggalkan di tempat elit ya, Mbak. He he ....
Hapussaya kalau ke luar rumah dan nginap juga jadimampet BAB bu
BalasHapusentah kenapa ya
insomnia juga mungkin karena suasanya beda ya
Boleh jadi begitu ya, Mas Ikrom. Tubuh perlu beradaptasi dulu.
Hapusiya nih kalau di tempat baru, kadang suka susah BAB
BalasHapusheuheuheu
Rupanya masalah ini rata2 dialami oleh semua orang ya, Mas/Mbak.
HapusNomer 3 itu sering juga saya rasakan, hehe...
BalasHapusTerima kasih apresiasinya, Mas. Ternyata ini masalah orang lain juga. Terima kasih telah mampir. Selamat siang.
HapusKita punya permasalahan yg sama bunda, aku juga kadang susah bab klo ketempat baru, padahal toilet bersih dan kalau di kampung kn airnya dingin segar gitu ya, tp seakan kotoran malah betah di perut.
BalasHapusKalau pulang ke kampung halamanku di Purwokerto - Jawa Tengah aku cocok bgt udara sama makanannya, tp karna orang tua udah pindah ke Lampung jd kalau mudik ke Lampung, di sana aku kurang cocok sama udaranya, kalau pagi super dingin, mandi jam 9 aja menggigil tp kalau jm 12 panasnya, kayaknya matahari tepat di atas kepala.
He he .... Kotorsn di perut pun punya bahasa tersdndi untuk menyatakan menolak lingkungan yang tak sesusai dengan kebiasaannya ya, ananda Ursula. He he ....
HapusEnak ya, punya banyak kampung tempat pulang. Tetnyata di Lampung udaranya sejuk juga. Seperti hawa di lembah Gunung Kerinci. Tapi bagi bunda dingin itu adem dan nyaman.
Beradaptasi pada lingkungan baru selalu jadi cerita yang unik bagi diri sendiri Nek.
BalasHapusKarena sudah terbiasa di kota, ketika ke desa atau kampung keluarga jadi agak gimana gitu Teddy. Tapi lumayan nambah wawasan keadaan di desa.
Terima Kasih Nek.
Rupanya kasus serupa dialami hampir oleh semua orang ya, ananda Teddy. Tinggal bagaimana kita menyikapinya. Selamat sore. Salam sukses untuk mu selalu.
HapusKok mirip-mirip keadaan saya ya, paling sulit beradaptasi kalau di tempat baru, biar kata mudik ke rumah ortu, tidur di kasur yang dulu saya tiduri, rasanya sulit melek, terutama di malam-malam pertama tiba.
BalasHapusTrus hawa di rumah mama saya tuh, udaranya lembab, tapi mataharinya panas.
Jadinya, jemur pakaian nggak kering, padahal mataharinya terik sampai sehari aja udah sukses bikin gosong kulit, jadinya nggak nyaman dan kurang betah :D
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusKayaknya kita sama2 gak betah berada di kampung sendiri ananda Rey. Begitulah orang kalau udah lama merantau. Tidur di kasur yang dulu ditiduri bertahun2 saja terasa asing. Apakah kita seorang yang sulit keluar dari zona nyaman ya. Ha ha .. Atau type mausia yang susah move on.
HapusHapus
hehehe aku juga kadang kalau ditempat baru, bisa tahan ga BAB, bukan yang sengaja aku tahan padahal. Aneh aja gitu
BalasHapusseneng kalau bisa pulang kampung ya mbak, bisa nostalgia dengan keadaan sekitar lagi
Nostalgianya enak, Mbak Ainun. Yang paling menyiksa tuh gerahnya. Karena saya terbiasa dengan suhu dingin. Terima kasih telah mampir. Salam sehat untuk keluarga di sana.
Hapus