3 Alasan Masyarakat di Pedesaan Kerinci Membangun Rumah Gede dan Cantik
Di tengah ramainya kampanye gaya hidup sederhana dengan pola minimalis, sebagian masyarakat berlomba-lomba membangun rumah gedong, gede dan cantik. Salah satu contohnya dapat ditemui di daerah pedesaan Kabupetan Kerinci, Jambi.
Eh ..., maaf, apakah membuat rumah besar dan cantik bertentangan dengan konsep hidup minimalis atau tidak ya. He he .... Kalau salah tolong dikoreksi.
Punya rumah besar dan cantik adalah impian bagi setiap orang. Tradisi ini sudah lama mengakar di tengah masyarakat. Apa daya, yang tak punya banyak uang, mengukur bayang-bayang harus sepanjang badan. Supaya hidup tetap tenang.
Untuk diketahui, sepanjang yang saya tahu di lingkungan saya rata-rata keluarga yang mendirikan rumah gede dan bagus tersebut pasangan milenial berduit.
Yang menarik, akhir-akhir ini banyak pula generasi X dan kaum baby boomers , menambah rumahnya ke kanan, atau kiri, ke depan atau belakang. Saya menyebutnya rumah “tumbuh belakangan”.
Tidak hanya itu. Tanah-tanah kosong di halaman depan seakan tak boleh nganggur. Dari masa ke masa, ada saja rumah kedai atau ruko bertumbuhan. Yang kasian, setelah bangunan tersebut dibuat, sebagiannya tidak dimanfaatkan.
Begitulah fitrahnya manusia yang tak pernah puas. Punya rumah kecil pengen yang besar, udah punya satu mau dua, dan seterusnya. Kadang-kadang rumah besar belum selesai, pemiliknya berpulang untuk selama-lamanya.
Punya rumah luas dan cantik bukanlah suatu dosa. Asalkan tidak digunakan untuk hal-hal maksiat. Pemiliknya tentu punya ekspektasi tersendiri. Umpanya, buat masyarakat perkotaan mungkin rumah besar akan dimanfaatkannya untuk bisnis kos-kosan, di daerah wisata bisa disulap menjadi homestay dan usaha rumahan lainnya.
Lalu apa pula alasan masyarakat pedesaan di Kerinci membangun rumah besar dan cantik? Padahal hanya sekadar untuk hunian. Simak ulasan berikut!
Alasan petrama: Masyarakat Kerinci membangun rumah gede dan cantik sebagai wujud tanggung jawab terhadap anak-anaknya
Terlepas dari besar kecilnya rumah yang dibangun, tujuan penting orang Kerinci membangun rumah adalah untuk anak. Ini merupakan prinsip usang yang diwariskan para leluhur dari dahulu sampai sekarang . Hanya praktiknya yang disesuaikan dengan kemampuan masing-masing.
Barangkali orang kaya konsep bangunannya 4/5. Jika punya anak 4 minimal kamarnya harus 5. Terutama jika anak-anaknya perempuan semua. Sebab, lazimnya masyarakat Kerinci “suami mengikuti istri”. Artinya setelah menikah, pengantin pria pulang ke rumah mertua. Meskipun ada juga anak cowok memboyong isteri ke rumah orang tuanya, tetapi jumlahnya tidak banyak.
Masa kini alasan tersebut kedengarannya agak lucu bin jadul. Trendnya anak sekarang cewek atau cowok, dari suku A atau suku B, setelah berumah tangga mereka berpikir supaya secepatnya keluar dari rumah orang tua, untuk mencari dan membangun kehidupan baru.
Syukur jika di antara anak-anak kelak ada yang tetap bertahan di rumah orang tua. Kalau tidak, tinggalah ayah dan bunda berdua, yang telah pindah jabatan menjadi nenek kakek.
Tak jarang muncul pula tabiat aneh. Cowok dan cewek lansia tak suka lagi tidur di kamar. Maunya di tempat terbuka. Sasarannya ruang keluarga. Dikala itu mereka menyadari, “Percuma membangun rumah gede.”
Mendingan beliau-beliau masih ada keduanya. Andai salah satunya pergi duluan, duh ..., kasian.
Alasan ke dua: Masyarakat Kerinci membangun rumah gede dan cantik untuk ekspresi diri
Banyak cara kaum berduit pedesaan Kerinci mengekspresi dirinya. Salah satunya membangun rumah gede dan bagus. Diakui atau tidak, ini adalah alasan klasik dan nyata adanya.
Amat mustahil, orang terbilang kaya dalam kampung membangun rumah seperti orang kebanyakan. Cuman 2 kamar, ruang tamu dan keluarga 4 x 4 meter.
Alasan ke tiga: Masyarakat Kerinci membangun rumah gede dan cantik sebagai tempat berkumpul keluarga
Masyarakat Kerinci masih tetap membudayakan saling kunjung dan ngumpul-ngumpul keluarga, atau tetangga. Khususnya pada momen-momen tertentu. Seperti, lebaran, acara sedekahan, menikahkan anak, rapat keluarga, tadarus bersama saat bulan Ramadhan, dan sebagainya.
Dahulu tradisi di desa saya di Tanjung Tanah, kalau ada keluarga yang meninggal, pihak ahli waris mengundang warga satu desa selama 3 malam berturut-turut. Acaranya, salat magrib dan Isya berjamaah, yasinan, serta doa bersama untuk menolong arwah almarhum/almarhumah. Tempatnya di rumah si mayit.
Terbayang bukan, banyaknya pelayat yang hadir? Sampai-sampai menumpang di rumah tetangga. Dikasih makan pula. Ketika itu rumah besar dengan ruangan yang luas sangat dibutuhkan.
Alhamdulillah, 5 tahun terakhir masyarakat dan para pemangku kepentingan sepakat. Tradisi upacara kematian seperti ini diselenggarakan di Masjid. Para ahli waris dilarang keras menyiapkan makanan dalam bentuk apapun. Bagi yang berani melanggar akan dikenakan sangsi denda sesuai aturan yang telah disepakati.
Demikian 3 alasan masyarakat di pedesaan Kerinci membangun rumah gede dan cantik. Sebenarnya banyak alasan lain, sesuai dengan cara pandang pemiliknya. Agar ulasan ini tidak melebar ke mana-mana, kita padai hingga ini saja. Semoga bermanfaat.
Baca juga:
- Pengalaman Mengajukan Pinjaman di Bank, Sampai Nangis Sambil Gendong Anak
- Kenama Nama Baik Ayah Sangat Penting Dalam Sebuah Keluarga
- Sekali Klik Foto Langsung Jadi. Nunggu 3-4 Bulan? Kuno
*****
Sumber Foto: Dokumentasi Pribadi
Penulis,
Hj. NURSINI RAIS
di Kerinci, Jambi
Rumah besar dengan banyak kamar dapat memfasilitasi sanak saudara dan kerabat yang berkumpul pada momen tertentu. Lalu setelah selesai, semua kembali kepada kehidupan rutin masing-masing.
BalasHapusRumah besar kembali lengang dan sunyi ya Bu Nur.
Semoga Bu Nur sehat selalu.
Itu yang kami alami sekarang, Mas Pudji. Saat lebaran anak menantu dan cucu pulang semua, setelah mereka berangkat, tinggal berdua. Duh .... Kadang ada sedihnya juga. Saat bapaknya ke kebun, saya tinggal sendirian, hari hujan sangat lebat. Terima kasih telah singgah, Mas. Doa sehat untuk Keluarga di sana. Ngomong2, Udah punya menantu apa belon? He he ....
HapusSaya belum punya menantu, anak laki masih suka merdeka Bu Nur hahaha.
HapusSebagian anak laki atau perempuan mau cepat2 nikah ya, Mas Pudji. He he ....
HapusKalau berkemampuan, tiada salahnya memiliki rumah gede kan ibu.
BalasHapusLagi pula sekiranya berkeluarga besar, memang sesuai sangatlah untuk keselesaan seisi rumah.
Iya, dinda Amie. Setelah anak2 pergi semua, harus siap tinggal sendirian. He he .... Terima kasih telah singgah. Selamat sore dari jauh.
Hapussalah satu alasan yang banyak ditemui memang orang tua membangun rumah untuk anak. Di desaku, anak yang akan menikah biasanya dibangunkan rumah terlepas nantinya akan ditinggali atau tidak, namun rumah tersebut bisa menjadi aset dan di bahasa setempat "sangu terakhir" sebelum orang tua melepas anaknya berkeluarga
BalasHapusBagus juga ya, Mas. Daripada bangun rumah besar untuk ditunggui bersama. Tapi kalau punya duit dua2nya bagus. Terima kasih telah mampir, Mas Rahman. Selamat sisng.
HapusBaca artikel ini
BalasHapusjadi tak sabar pengen punya rumah sendiri
saya baru menyiapkan lahannya buat anak anak
tinggal membangunnya
semoga ada rezeki
Amin ... Semoga keinginan Mas Djangkaru segera terwujud. Selagi berusaha pasti dapat. Terima kasih telah mampir.
Hapusaww.... keren rumah rumahnya.... seperti di negara kaya...
BalasHapus👍👍
Sayangnya bukan punya saya, Mas Tanza. He he .... Terima kasih telah mampir. Salam Idul Adha.
Hapusrumah gede enak untuk acara kumpul keluarga, tetapi tidak enak pas bagian bersih-bersih.. hehehehe
BalasHapusDan paling tidak enak bila setelah anak2 pergi dengan kehidupan masing2 rumah itu kosong. Apalagi di kampung. Orang jarang yang mau ngontrak. Terima kasih tanggapapnnya ya ananda Naia. Selamat Idul Adha.
Hapuskalau saya suka rumah kecil bu nur
BalasHapuskalau rumah gede malas nyapu dan ngepelnya hahahhaha
tapi tiap orang beda beda ya
soalnya kalau habis kerja trus liat rumah kotor pengen segera nyapu
kalau rumahnya besar duh kok rasanya capai hehe
Rumah minimalis gaya hidup medern ya, Mas Ikram. Bagus, tapi karena terbiasa rumah luas, rasanya sumpek. Terlebih ketika anak cucu ngumpul semua. Selamat sore, salam Idul Adha.
Hapusmemang paling senang kalau pulang ke kampung kumpul dengan banyak saudara. rumah besar memang bisa mengakomodasi kalau dari keluarga besar ya
BalasHapusMaunya memang begitu ya, Mas. Terlebih pulangnya sekali-sekali. Antar saudara mesra-mesraan.
HapusAlasannya masuk akal semua bunda, terutama yg no 3 memang begitu adanya, rumah orang tua jaman dulu pasti besar, biasa ramai saat hari raya atau ada hari penting, untuk kumpul keluarga, sedangkan rumah2an anaknya relatif lebih kecil karena memang masih keluarga kecil.
BalasHapusAku sendiri lebih suka rumah yang minimalis, biar ga cape membersihkannya hihihi.
Kalau di kota, memang rumah minimalis pilihan yang tepat ya, ananda. Karena masyarakat perkotaan cendrung individualis. Jarang kumpul2 keluarga. Giliran bersih2 maunya rumah luas. Selamat pagi, ananda Ursula. Terima kasih telah menanggapi.
HapusIni terbukti di rumah papaku dan rumah mertua. Besar. Dengan alasan supaya bisa menampung anak cucu kalo semua sedang kumpul.
BalasHapusTapi kalo aku, udah punya prinsip beda Bun. Kami punya passion traveling stiap THN. Jadi buat kami rumah hanya utk tempat tinggal. Ga kepengin yg besar. Kecil aja, yg penting resik toh.
Dan supaya ga capek bersihinnya bundaa 🤣🤣. Pajak nya juga jelaaas lebih kecil. Mendingan uang pajak rumah aku pake utk biaya traveling, itu kalo aku😄. Jadi memang beda tipe orang, beda sih prioritasnya
Dahulu nenek ini membangun rumah jugakecil. Karena zamannya belum butuh ruang luas. Sekarang cucu sudah 5. Anak dan menantu 4. Mau tak msu harus nambsh rusngan. Kalau pulang semua? Main bola pun mereka dalam rumah. He he .... Selamat siang, ananda Fanny. Terima kasih telah singgah. Doa sehat selalu untuk mu.
Hapus