6 Potret Pengembara Mencari Sumber Rezeki
Memulai kehidupan ini ibarat sebuah pengembaraan mencari mata air. Kadang-kadang baru beberapa meter melangkah, yang dicari langsung ketemu. Lalu berhenti , mencoba bertahan, dan menjalani aktivitas di sana.
Andaikan sang musyafir merasa nyaman, di tempat itulah dia menetap sampai akhir hayatnya. Sebaliknya jika tak ada kecocokan, dia akan meneruskan pencarian hingga menemui persinggahan yang paling pas.
Di sini, mata air dimaknai sebagai sumber rezeki atau mata pencaharian. Sang Khalik telah menebarkan nafkah di muka bumi ini dengan masing-masing peruntukannya. Begitu kepercayaan yang diajarkan oleh agama saya, yaitu agama Islam.
Mungkin sumber rezki si Anu ditakdirkan Allah berada di tanah kelahirannya. Tak tertutup juga kemungkinan di belahan bumi lain. Silakan jemput dan cari, dimana kiranya dia ngumpet.
Maksimalkan usaha, sesuai kapasitas dan potensi diri masing-masing. Karena rezeki itu tak jatuh dari langit. Butuh perjuangan dan kerja keras untuk menggapainya.
Uniknya, kadang-kadang kita gagal di negeri sendiri. Ada saja halangan dan rintangan dalam berusaha. Tetapi sukses di negeri orang. Meskipun tidak sedikit pula insan yang berjaya di tanah kelahirannya.
Berikut simak 6 potret pengembara, yang kita ibaratkan sedang mencari sumber mata air. Mereka berasal dari luar dan dalam daerah, dengan beragam profesi.
1. Penjual kemplang keliling
Menurut pengakuannya, cowok-cowok ini berasal dari kabupaten tetangga, di luar wilayah Jambi. Tepatnya Provinsi Sumatera Selatan. Usianya belasan dan 20 -an tahun. Mereka dibawa oleh bos kemplang ke Kerinci sini. Jumlahnya ada puluhan orang.
Tempat menginap disiapkan gratis di Kota Sungai Penuh. Makan, beli masing-masing. Setiap hari mereka berjalan kaki puluhan kilometer, menjajakan kerupuk kemplang masuk desa keluar desa sambil berteriak. Pulangnya ketika hari merangkak sore.
Setiap anak punya desa tujuan masing-masing, dengan memanggul beban yang relatif sama banyak. Yaitu, 1 pak kemplang yang memuat 220 kemasan kecil. Di jalur rumah saya jumlahnya ada 3-4 orang. Ketika ditanyakan apakah dagangannya terjual habis setiap hari.
“Tergantung cuaca, Bu. Jika hujan, banyak tersisa,” jawab salah satunya.
Yang membuat saya terharu, dengan berjualan kerupuk tersebut mereka mengaku bisa mengirimi uang untuk orang tuanya di kampung halaman.
2. Penjual tikar lipat dan keset keliling
3. Penjual baskom dan ember plastik leliling
4. Penjual tahu sumedang keliling
Cara jualannya pun lumayan cerdas. Pagi-pagi dia naik ojek ke SPBU Tanah Kampung. Kurang lebih 5 kilometer dari pusat Kota Sungai Penuh. Di sanalah dia mangkal dan menggelar dagangannya. Andaikan dalam sekian jam barangnya belum terjual habis, dia jalan kaki ke desa-desa memanggul sisa dagangannya.
Pria 40-an tahun ini berasal dari Tanah Sunda. Ketika ditanya apakah dia ke sini memboyong anak strinya?
“Tidak, Bu. Saya tinggal sendirian di kontraan. Pulang ke kampung sekali satahun,” jawabnya.
5. Penjual/pembeli barang-barang plastik
Pedagang keliling jenis ini rata-rata orang lokal. Usianya bervariasi, antara 40 – 60-an tahun. Mereka berasal dari berbagai daerah dalam wilayah Kabupaten Kerinci. Penyandang profesi begini dapat ditemui hampair setiap hari mundar mandir di jalan raya, termasuk di depan rumah saya.
Mereka beroperasi menggunakan kendaraan bermotor sendiri. Ada juga yang naik sepeda. Umumnya bapak-bapak ini berprofesi ganda. Sebagai penjual barang-barang plastik hasil daur ulang, dan pembeli rongsokan limbah rumah tangga, seperti plastik, besi, aluminum, dan sebagainya. Tak jarang juga dia menjadi pemulung di tumpukan sampah yang dia temui.
6. Penjual Balon Keliling
Pemburu rupiah kelompok ini terbilang lihai membaca peluang. Dimana banyak anak-anak di sanalah mereka hadir. Terutama jika ada bocil-bocil yang sedang menangis dan ngambek sama Emaknya. He he ....
Rata-rata daerah operasinya di tengah kota, tempat-tempat hiburan dan di area bermain anak-anak. Yang keliling desa juga ada. Pakai motor, banyak juga yang naik sepeda.
Penutup
Para pejuang tangguh ini masih dalam tahap pengembaraan, dalam rangka mencari penghidupan lebih baik. Sebab, ketika ditanya apakah mereka sudah puas dengan profesi yang sedang mereka geluti, semuanya menjawab, “Belum.” Beliau-beliau itu ingin mendapatkan kehidupan yang lebih baik, dengan usaha yang tidak terlalu susah.
Demikian ulasan ini ditulis berdasarkan opini pribadi dn hasil wawancara skenanya. Bukan hasil penelitian ilmiah atau sejenisnya. Semoga bermanfaat. Terima kasih.
Baca juga:
- Simak! Berurusan di Kantor Enaknya Pakai Calo Atau Urus Langsung
- Pengalaman Mengajukan Pinjaman di Bank, Nangis Sambil Gendong Anak
- Kenama Nama Baik Ayah Sangat Penting Dalam Sebuah Keluarga
*****
Penulis,
Hj. NURSINI RAIS
di Kerinci, Jambi
Mungkin sumber rezki si Anu ditakdirkan Allah berada di tanah kelahirannya. Tak tertutup juga kemungkinan di belahan bumi lain. Silakan jemput dan cari, dimana kiranya dia ngumpet.
BalasHapusSaya suka olahan ayat yang ibu tuliskan ini. Beberapa kali saya membaca untuk menghayati maksudnya. Meresap ke hati ketika membaca: Silakan jemput dan cari (rezeki) kiranya dia ngumpet!
Sepakat, dinda Ami. Rezeki itu tak ada ruang bagi orang yang bermalas2an, mengeluh, berhayal setinnggi langit, dan suka ngitung2 isi kantong orang. "Si Anu itu duitnya banyak, dapat dari mana ya?" He he ....
HapusDisini juga ada penjual kerupuk kemplang dan juga jualan ember plastik seperti itu Bu. Tapi aku juga jarang beli sih, soalnya kurang hobi kerupuk kemplang, dan ember juga masih ada.
BalasHapusMemang kebanyakan ada bos nya yang antar jemput. Biasanya pakai pickup atau mobil carry.
Tiap-tiap orang ada rejekinya masing-masing ya Bu.😀
Andai ada mobil antar jemput itu bagus. Yang kasian tuh si tukang kerupuk. Untung orang sini banyak yang baik dan suka menolong. Jika ketemu masyarakat naik motor, dia sering minta numpang. Pasti dibawa.terima kasih, telah mengapresiasi, Mas Agus.
HapusLuar biasa se Nek. saya dulu pernah menjadi merbot Masjid salah satu di surabaya belakang KUA tepanya hehehe. dan di teras kami persilahkan para pedagang untuk beristirahat Malam. yang jelas harus jaga kebersihan.
BalasHapusHarusnya memang begitu, ananda. Membantu orang yang perlu dibantu itu, tak selalu pakai duit. Mengizinkan orang numpang istirahat di emperan masjid juga telah menolong. Toh masjid itu milik umat. Banyak juga marbot yang terlalu desiplin. Tak boleh numpang singgah kecuali numpang salaat.
Hapusmasih ada pedagang keliling....
BalasHapussebenarnya, enak ke konsumen, bisa diantar langsung ke rumah.....
# Tulisan menarik, thank you for sharing
Di AS sana mungkin tak ada pedagang keliling/asongan ya, Mas Tanza. Terima kasih telah mengapresiasi.
Hapuspedagang tahu sumedang yg sering saya lihat di berbagai POM bensin..pedagang balon keliling juga sering ada lewat disini..btw rejeki sudah ada yang mengatur..ikhtiar asal halal teruslah berjuang..:)
BalasHapusSetuju, Mas. Rezeki bukan untuk dihayalin, tapi harus diraih. Terima kasih telah mengapresiasi selamat sore. Doa sehat untuk keluarga di sana ya.
HapusBegitulah usaha mencari rezeki. Jika memang bukan di kampung halaman, jangan berpasrah diri, carilah di tempat yang lain, mungkin di sana ada rezekinya.
BalasHapusSaya juga saat ini merantau, mengajar di kampung orang. Karena ternyata di sini rezeki yang disediakan Allah.
Sepakat, ananda. Kehidupan ini memang indah ya. Yang penting kita bijak menyikapinya. Terima kasih telah mengapresiasi. Salam sehat untuk mu selalu.
HapusDi sini jg ada bunda, yang paling rame itu penjual ember.. hehehehe dia yg pukul2 ember, saya yang takut embernya pecah
BalasHapusHa ha ... Sama ananda. Yang punya dagangan tak takut embernya pecah. Kitanya yang ngeri2 sedap. Terima kasih telah singgah. Salam sore dari jauh.
Hapustulisan menarik bgt ini.hebat perjuangannya mereka ya.aplg yg ngontrak pulang setahun sekali aja
BalasHapusFaktanya begitu, Mbak Enny. Warna kehidupan. Banyak kok. Orang dari luar Sumatra kerja di Kerinci sini ninggalin anak dan istrinya di kampung halaman. terima kasih telah mengapresiasi. Selamat malam.
HapusSaya sendiri juga lebih menghargai orang-orang yang seperti ini...
BalasHapusMereka pejuang...
Harga diri mereka jauh lebih mahal daripada harus jadi peminta-minta atau koruptor #eh
Sepakat Mas Eko. Mereka menjalaninya dengan ikhlas, se-akan2 tiada keluhan. Hanya kita yang kasian. Terima kasih telah singgah. Doa sehat untuk keluarga di sana. Selamat malam.
HapusMasya Allah, biasanya yang lewat depan rumah itu tukang sayur keliling Nek, ada juga yang jual Kaligrafi.
BalasHapusRupanya begitu ya keadaan dan cafa mereka berjualan. Wah, dapat informasi baru nih.
Terima Kasih Nek.
Asalkan mau berusaha, pasti banyak jslan ditunjukkan olehNya cara mencari rezeki. Yang penting halal dan tidak gengsi ya, ananda.
Hapus