Rumah Tanggaku Diganggu Si "Tukang Drama"
Lulus kuliah tahun 13, aku mengabdikan diri sebagai guru honorer di sebuah SLP di desa X. Di sana aku berkenalan dengan Mas Randi bukan nama sebenarnya, cowok putra daerah setempat.
Bukan bertepuk sebelah tangan
Awalnya pertemanan kami biasa-biasa saja. Suatu hari Mas Randi menyatakan cintanya padaku. dan berjanji akan segera melamarku.
Jantungku berdegup kencang. Oh ..., ternyata aku bukan bertepuk sebelah tangan. Karena diam-diam aku juga mencintainya. Hanya wanita bodoh yang berani menolak pemuda 30 tahun itu. Ganteng? iya. Pintar cari duit? Iya. Ramah? Iya. Perhatian? Iya juga.
Belum serius 100%
Kami jadian dan berpacaran kurang lebih 6 bulan. Namun aku belum serius 100 %. Masalahnya, aku bingung harus bagaimana. Aku malu pada diriku sendiri, yang berstatus gadis perawan tingting, kepincut duda beranak satu.
Bukannya aku tak punya pacar cowok jejaka. Lagi pula aku belum tergolong gadis tua. Baru 22 Tahun. Aku juga tidak jelek-jelek amat. Meskipun tidak terlalu cantik.
Mas Randi tak patah arang. Dia berusaha merebut cintaku dengan berbagai cara. Akhirnya aku luluh dan bermantap hati. Aku mengizinkan dia menghadap orang tuaku.
Mama dan papa tak merestui
Papa dan mamaku menolak secara halus. Tetapi di hadapanku mereka menolak tegas. Apapun alasannya mereka tak merestui aku dan Mas Randi bersatu.
Pikiranku mulai goyah. Kadang-kadang aku ingin lari dari kenyataan. Menamatkan kisahku dengan Mas Randi. Namun aku kasian. Begitu kejamnya diriku meninggalkan dia yang mengemis minta dicintai.
Bagaikan makan buah simala kama. Dimakan mati emak, tak dimakan mati bapak. Entah berapa kali aku berusaha membujuk papa dan mama, mereka tetap pada pendiriannya. Sekali tak rela tetap tak rela. Hatiku gelisah tak karuan. Tidurku ditemani insomnia. Malam terasa amat panjang.
Yang membesarkan hati, pihak orang tua Mas Randi mendukung hubungan kami. Begitu juga putrinya Dola, nama samaran. Gadis kelas 4 SD itu lengket padaku. Enteng lidahnya memanggil aku Mama.
Berlutut di hadapan papa
Puncaknya, aku nekat menghadap papa. Sambil berlutut sopan, kusodorkan selembar kertas putih. “Pa, Maafkan anakmu, Pa. Izinkan aku melanggar laranganmu sekali ini saja. Kalau Papa tak sudi menikahkan aku dan Mas Randi, ya sudah. Berikan saja aku izin untuk ...!” Suaraku tercekik menahan tangis.
“Nak ...! Apakah kelak kamu tak menyesal?” tanya pria 50 tahun itu.
“Tidak.” Jawabku.
Diiringi tetesan air mata mama, papa menandatangani lembaran berisi surat persetujuan tersebut.
Berkat bantuan pihak ke tiga dan tanpa disaksikan papa dan mama, aku resmi menjadi kekasih halal Mas Randi. Kami bahgia tanpa batas.
Riak gelombang pasca menikah
Pasca menikah, kami numpang di rumah kedai milik keluarga Mas Randi. Di sanalah beliau buka usaha, menjual bahan dasar pakaian, seragam sekolah dan kantoran. Meskipun cuman kelas desa, cukup untuk biaya hidup kami berdua. Malahan berlebih.
Hubunganku dengan keluarga mertua dan Dola tetap baik, kami sering saling kunjung. Toh kami berdomisili dalam desa yang sama. Tak jauh dari sekolah tempatku mengajar.
Yang sewot mantan istri Mas Randi. Ngoceh sana ngoceh sini, melabeli aku Bu Guru pelakor. Padahal, jauh sebelum kami menikah, dia dan Mas Randi sudah resmi bercerai di pengadilan Agama, dengan keputusan yang inkrah, hitam di atas putih. Tanpa dokumen tersebut mana aku mau.
Gilanya, wanita itu pernah pula update fotonya bersama aku di facebook. Dikasih caption semanis gula, “Semoga akur dan kompak selalu.” Di hadapanku dia pura-pura ikhlas. Di belakangku dia menghujat. Aku tak mengerti apa maunya ini cewek. Apakah dia penyandang psikopad atau ahli menciptakan drama.
Suamiku minta aku bersabar. "Itulah gelombang hidup, penuh sandiwara," katanya.
Dua bulan usai kami menikah, janda cantik itu dapat suami baru. Setiap saat pamer kemesraan di facebook.
Mama dan papa minta aku pulang
Belum dua bulan, aku rindu kedua orang tua dan adik-adikku. Aku sering pulang. Kasian mereka. Seumuranku kami belum pernah berpisah. Kecuali saat aku kuliah sesekali ngekos. Maklum kami 4 bersaudara, aku satu-satunya cewek, anak pertama pula.
Mama dan papa mulai melunak, yang sejatinya dari awalnya mereka tidak marah. Terutama mama sosok yang lembut, dan tak pernah berkata kasar. Mereka cuman sedih dan kecewa karena harapannya tak sesuai kenyataan. Ekspektasi mereka, anaknya ini dapat suami yang lebih baik. Minimal tidak berjodoh dengan duda.
Akhirnya mama dan papa minta aku dan Mas Randi pulang berkumpul bersama beliau dan adik-adik.
Kasih sayang keluargaku bertambah lengket padaku dan Mas Randi semenjak kami menghadiahi mama dan papa seorang cucu laki-laki yang ganteng dan pintar. Papa dan Mama juga sayang kepada Dola yang sering nginap di tempatku.
Singkat cerita, Lulus SD Dola kami sekolahkan ke pesantren luar di daerah. Biayanya 100% ditanggung Mas Randi. Bagiku tak masalah, uang bisa dicari, yang penting Dola sekolah. Biar masa depannya lebih baik.
Dalam urusan pendidikan anaknya tersebut, tiada secuil pun emaknya menunjukkan fungsinya sebagai ibu kandung. Waktu Doli berangkat ke pondok, jangankan sebiji sendok dan piring, lemari pakaiannya yang disarangi semut pun suamiku yang membersihkan.
Cari gara-gara dan bikin drama
Saat libur, Dola masih sering nginap di rumah kami. Rupanya dia betah dan tidak mau pulang ke tempat emaknya. Celakanya, emaknya yang marah-marah via telepon, sampai anaknya menangis.
Suatu hari emaknya Dola sengaja cari gara-gara. Dia bikin drama lagi. Nelepon Mas Randi pura-pura salah nomor. Faktanya dari dahulu nomor suamiku tak pernah ganti karena itu nomor bisnis.
Lagi-lagi dia marah-marah. Menanyakan setelah lulus pesentren anaknya mau disekolahkan ke mana. Padahal Izajah pesentrennya saja belum di tangan. Aku risih dan sangat terganggu oleh sikap si "tukang drama" ini.
Yang menyakitkan, dia menuding aku menjadikan anaknya sebagai babu. Nyindir-nyindir di medsos. Seolah-olah dirinya paling teraniaya. Masih juga dia mencap aku pelakor.
Dia tak sadar bahwa sekarang dirinya juga pelakor. Karena status pernikahan dia dan suami barunya tidak jelas.
Aku berpikir, dia cemburu melihat kami bahagia. Dia belum rela berpisah dengan Mas Randi, yang dahulu dia dikasih hidup senang. Tak pernah ke sawah tak ngerti ke ladang. Belanja mewah. Konon kabarnya kini untuk makan saja dia susah.
Termakan hasutan
Sekarang Dola pun mulai termakan hasut emaknya. Tanpa sengaja aku menemui konten di HP-nya begini, “Dulu aku dinomorsatukan oleh ayah. Kini, ayahku sibuk dengan anaknya yang baru dan wanita pelakor yang telah menghanncurkan rumah tangga ibuku.” Padahal di hadapanku dia adem ayem saja. Dola juga pintar bermain drama.
Duh ..., kemana hati nuraninya. Tidakkah dia menyadari yang membiayai sekolahnya suamiku, dan atas persetujuan diriku.
Kini biduk rumah tanggaku dan Mas Randi sudah jalan 7 tahun. Alhamdulillah belum tergoyah diterpa badai apapun. Mama dan adik-adikku kian sayang dan hormat pada Mas Randi. Terlebih sejak papa berpulang 3 tahun lalu. Karena Mas Randi pintar memimpin kelurga kami. Dialah andalan Mama sebagai kepala rumah tangga.
Demikan kisah nyata ini ditulis sesuai dengan curhatan si “AKU”. Semoga bermanfaat.
Baca juga:
- 7 Ritual Pernikahan Aneh di Dunia yang Belum Banyak Orang Tahu
- 6 Tradisi Pernikahan Unik di Afrika, Mulai Belajar Seks Sampai Tes Malam Pertama
- Apa iya, Karakter Seseorang Bisa Dibaca dalam 40 DetiK?
****
Penulis,
Hj. NURSINI RAIS
di Kerinci, Jambi
Apa itu kisah nyata Nek?
BalasHapusYa begitu saja seseorang harus bisa memaafkan terlebih dahulu agar tetap sehat jiwanya
Betul ananda. Ini kisah nyata. Resiko pasangan yang mudah bercerai. Yang menderita adalah anak. Selamat sore, ananda. Terima kasih telah singgah.
HapusYa ampuuunnn, sejujurnya hal-hal begini yang ditakutkan ortu , ketika anaknya berjodoh dengan yang bukan single, minimal nggak single tapi tanpa ekor, karena biasanya pasti bakalan ada masalah dengan anak yang mengharuskan tetap berhubungan dengan mantan.
BalasHapusBeda lagi kalau pisah karena telah tiada ya.
Semoga si Aku ini, diberikan kesabaran dan kebahagiaan, dan si orang-orang yang drama diberi kelembutan hatinya, aamiin
Amin. Ananda Rey. Membawa anak dalam pernikahan baru memang bikin masalah. Apakah anak dari istri maupun suami. Rasa cemburu anak terhadap rumah tangga baru ayah atau ibunya sudah pasti ada. Terutama si anak menyaksikan kehidupan ayah kandungnya dengan pasangan yang baru lebih baik dan bahagia. Sementara ibunya menderita. Tapi itulah kehidupan berumah tangga. Sedapat mungkin katakan tidak untuk bercerai.
HapusSay no to bercerai.... :D
BalasHapusTerima kasih apresiasinya, Mas Adi. Selamat istirahat. Salam sukses untuk mu selalu.
HapusAku doain si AKU akan selalu dilindungi dari hasutan benci tukang drama dan hak2 ga baik lainnya. Sedih bacanya. Jangan sampe juga si tukang drama pake hal2 yg ga benar dan dimurkai agama, seperti pelet dan lainnyam nauzubillah min Zalik ya Bun :(
BalasHapusSeringnya memanv begitu, ananda Fanny. Saat rumah tangga dilanda masalah, ego tak bisa diajak berdamai. Setelah bercerai suami/istri diambil orang baru menyesal. Salam sore, maaf telat merespon. Bunda sedang di kota Bengkulu nengok cucu. Jadi kurang konsen ke blog. He he .... Asyik main sama cucu.
HapusHalo Bu Nur. Ceritanya bikin yang ngebaca jadi jengkel. Apalagi sama kelakuan mantan istri mas Randi yang tak tau diri itu, ya kan bu? Kalau sudah pisah baik-baik ya sudahlah, ikhlas dan saling menerima. Salam bu
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusIya, kalau masih sayang, kenapa mau berpisah. Padahal di pengadilan agama, sebelum bercerai si istri berhak mengatakan tidak. Artinya statusnya tetap menjadi istri syah Mas Randi. Dan kecil kemungkinan si aku mau menikah dengannya.
HapusHapus
Ini masuknya CLBK bukan ya, mbak? Tapi kalau benar sudah menikah resmi, jangan mau dibilang pelakor, terlebih jarak antara pernikahan dan percerean istri pertama cukup jauh. Memang lika-liku rumah tangga bisa menjadi batu sandungan dalam kehidupan.
BalasHapusLogikanya begitu, Mas Adi. Indahnya bunga di taman orang. Iya. Justru di situlah inti dari gangguan tersebut. Yaitu, di sebut pelakor selama2nya. Padahal sebelum menikah dengan si aku, status Randy duda bercerai resmi.
Hapusnhyesek bacanya
BalasHapuskok gitu ya istrinya yang lama
anaknya sampai engga suka sama "aku"
tapi memang pernikahan seperti ini kadang penuh drama ya bu nur
Dalam perceraian anak memang selalu jadi korban. Mau ngga mau orang tua harus pengertian. Tapi setelah dewasa, anak pun bisa mulai mengerti. Seperti halnya mama saya. Akhirnya saya punya dua kakek dan dua nenek dari pihak mama. Jadi punya banyak keluarga.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusJika dalam satu rumah ada yang tiri2an, susah harmonisadi itu bisa dibangun. Syukur, Mbak Nisa kebagian nasib baiknya, hingga punya 2 nenek kakek dari pihak ibu.
Hapus