Ada Pertemuan tak Terduga dengan Teman Lama? Waspadai 3 Hal ini!
Setiap orang pasti pernah mengalami pertemuan tak terduga dengan teman yang telah lama terpisah. Baik sahabat karib maupun kenalan biasa.
Saking lamanya tiada berjumpa, kadang-kadang kondisi mereka tidak seperti dahulu lagi. Sebagiannya ada yang tambah gemuk, Tak sedikit juga yang makin kurus. Ada pula yang tambah cantik dan ganteng. Maklum, zaman sekarang. Jika sudah berduit, cantik dan ganteng bisa dibeli.
Contohnya, tidak jauh-jauh. Kemaren saya dan seorang karib menghadiri undangan pernikahan. Lokasinya di desa tempat saya mengajar dulu.
Begitu memasuki area, kami disambut ramah oleh 2 panitia, dibumbui cipika-cipiki. Yang satu, wajah dan namanya masih saya ingat. Yang lainnya, di luar jangkauan. He he ....
Saya tanyakan dia, “Kamu siapa?”
“Ah ..., Ibu. Masa lupa. Ini Istrinya si Anu,” jawab teman sebelahnya. Subhanallah. Saya benar-benar lupa. Padahal dia dan suaminya pernah membantu saya sebagai tenaga honorer di sekolah yang saya pimpin kira-kira 15 tahun lalu.
Kini dia telah berubah. Cantik, tubuhnya padat berisi. Wajahnya bersih, mulus efek makeover. Semoga dia maklum saya sudah pikun.
Eh, maaf topiknya sedikit melenceng. Tak apa-apa, hanya intermezo. Kembali ke materi pokok.
Pertemuan tak terduga dengan sahabat lama, bisa saja terjadi di sembarang tempat. Mungkin di mall, pasar tradisional, atau di tempat lainnya. Seringnya berlangsung hanya sekilas.
Momen tersebut punya kebahagian tersendiri, tak bisa dinilai dengan uang. Terutama usil dan hebohnya si karib tak berubah. Bercerita tentang kesulitan yang pernah dialami bersama, kini telah berhasil dilewati, diiringi gelak tawa.
Bagaimana jika pertemuan tak terduga tersebut dinodai oleh hal-hal yang negatif, hingga membuat salah satu atau kedua pihak tidak nyaman. Nah, ini yang sering jadi masalah. Boro-boro bernostalgia, malah menoreh luka.
Penyebabnya tak lain karena sikap salah satunya yang tidak menyenangkan dan karena ulah lidah yang tak bertulang. Baik disengaja maupun tidak.
Berikut saya akan mengingatkan kita semua, apa saja hal yang harus diwaspadai ketika berjumpa teman lama dalam pertemuan tak terduga, supaya komukasi berlangsung adem.
1. Tidak melontarkan perkataan yang sensitif
Eh ..., kamu hitam banget. Ngapain aja bla, bla ...? Bagi yang terbiasa dengan ucapan agak ekstrim, mungkin pertanyaan tersebut biasa-biasa saja. Namun buat orang yang sensitif, vonis begini membuatnya sangat tersinggung.
Saya pernah mengalaminya. Setahun pasca pensiun (usia 61), saya pulang ke kampung menemui orang tua. Baru setengah meniti jalan desa, tidak disangka-sangka berjumpa kenalan lama. Mula-mula sapaannya biasa-saja. “Kapan pulang?” Saya jawab sewajarnya, tak lupa melukiskan senyum di bibir.
Perempuan 2 tahun di atas saya itu bertanya lagi, “Kok kamu tua begini? Kriput, ubanan kayak nenek-enak?” Duh ...! Saya berusaha mengendali diri, sekalian menyadari bahwa saya memang benar-benar tua udah punya cucu.
Alhamdulillah saya sempat memberi jawaban agak menohok , “ Udah pensiun Bu. Dari dulu saya memang kurus kering, makanya cepat keriput. Tidak seperti Ibu, dari muda cantik, montok putih berseri. Udah tua kayak gadis remaja.” Saya langsung kabur. Ha ha ....
2. Tidak mengungkit-ungngkit kekurangan masa lalu teman
Seperti yang pernah saya tulis pada salah satu artikel sebelumnya, semua kita punya masa lalu. Ada yang bersenang-senang dengan kenangan manis, tidak sedikit pula berkubang kepahitan sepahit empedu karena tekanan ekonomi.
Dari kecil saya kenyang dengan poin kedua. Yakni, masa lalu yang pahit sepahit empedu karena tekanan ekonomi. Maklum era 60-an kehidupan sangat susah. Kenyang makan sekali sehari saja sudah suatu kemewahan.
Bukan kami saja, keluarga lain juga begitu. Uang susah dicari. Kadang-kadang ada uang, beras tak ada yang jual.
Saya sering menangis saat dusuruh emak keliling kampung berjualan sayur, daun sirih, pernah juga menjajakan ikan. Saya malu membawa dagangan keliling kampung. Rasanya saya tidak terlahir dengan background pedagang.
Singkat cerita, kurang lebih 15 tahun mengajar, saya pulang ke kampung. Bertemu seseorang yang latar belakang orang tuanya sebelas dua belas dengan bapak dan emak saya. Belum apa-apa, dia langsung buka suara. Eh ..., ketemu ibu, saya ingat semasa ibu berjualan sayur kangkung.”
Sama dengan kisah pertama, saya rasa kehilangan muka, minder dan entah apa lagi yang mengaduk pikiran saya saat itu. Mulut saya terkunci tak bisa menjawab. Sebab ada orang lain yang mendengarnya.
Seharusnya tak masalah dia mengungkit masa lalu saya. Dia bukan berdusta tetapi fakta nyata. Toh melalui tulisan ini saya juga telah mempublishnya.
Tetapi alangkah eloknya pertemuan tak terduga yang tidak berlangsung lama itu diwarnai dengan hal-hal yang menggembirakan. Atau kalau mau menghidupkan suasana, bongkarlah hal-hal lucu dan menggelikan yang melibatkan kedua pihak. Umpamanya, “Masih ingat gak? kita dimarahi Pak Shambo dan Bu Putri, gara-gara mencuri buah jambunya.” Dan lain sabagainya.
3. Lupa itu manusiawi. Asal tidak pura-pura lupa
Manusia tempat Allah meletakkan khilaf dan lupa. Karena tiada manusia yang luput dari lupa. Tapi bagaimana jika lupanya hanya kepura-puraan. Atau terkesan pura-pura lupa tersebab cara menanggulanginya kurang pas.
Saya punya teman SLP, 3 tahun satu kelas dengan posisi duduk saya di depan, dia jarak satu bangku di belakang saya. Boleh dikatakan saya, dia dan beberapa teman lainnya satu gank.
Usai kuliah dia mengajar di provinsi berbeda. Saya Guru SD, dia dan istrinya Guru SMA. Konon suami istri tersebut punya bisnis sampingan, hingga ekonominya meningkat tajam. Saya dan suami belum mampu beli sepeda, dia sudah punya vespa baru.
Suatu hari di sebuah pesta, tersiar kabar dia ada di tempat tersebut. Saya cari dia, akhirnya ketemu. Apa yang trerjadi. Dia bingung seolah-olah lupa. Menyambut salam dan menjawab pertanyaan saya alakadarnya saja. Emaaakkk ... saya kecewa berat. Padahal baru belasan tahun kami berpisah.
Lupa itu bukanlah suatu dosa. Tetapi cobalah sikapi dengan cerdas. Layani dulu sang sahabat ngobrol, seraya menghimpun ingatan yang telah lama terserak. Sampai akhirnya ketemu titik simpulnya.
Atau akui terus terang, “Duh .... Maaf kawan. Saya udah lupa ini siapa? Kita pernah ketemu dimana?”
Banyak hal sensitif lain yang harus dihindari baik dalam pertemuan tak terduga, maupun yang disenga (formal dan non formal). Untuk kali ini kita batasi hingga ini dulu. Wah ..., akhirnya tulisan ini panjang juga. Padahal telah diusahakan sesingkat mungkin. Semoga bermanfaat. Terima kasih.
Baca juga:
- Kerja Salah Tak Kerja Salah. Biar tak Stres, Baca Resepnya di Sini
- Bangga Kesuksesan Masa Lalu Adalah Kekonyolan
- 2 Tipe Cowok Idaman Gadis Jadul. Siaplah Ketawa Ngakak
*****
Penulis,
Hj. NURSINI RAIS
di Kerinci, Jambi
15 tahun lalu, memori yang masih terawat meski samar - samar ya bunda hehe, mengikuti narasi di atas bun. "Sekolah yang saya pimpin" pernah jadi kepala sekolah ya bunda?
BalasHapusOh ya menarik ne point nomor dua, Tidak mengungkit-ungkit kekurangan masa lalu. Kalau saya dan teman - teman semasa SMP dan SMA di Papua, justru mengungkit masa lalu cara kami bernostalgia dan di sana terjadi keakraban yang tiada tara bunda. Tetapi mungkin setiap daerah dan setiap orang mungkin beda karakternya. Tetapi khusus saya pribadi dan teman - teman "sohib" yang sangat akrab, mengungkit masa lalu cara terbaik untuk memulai keakraban setelah puluhan tahun tak berjumpa.
Tetapi tidak berani juga bu kalau tidak akrab, takut tersingung, yang ada benar seperti kata bunda, bukan nostalgia tetapi nota gila hehhe alias berabe urusannya ....
Terima kasih bunda, tulisan ini mengingatkan saya pada perjumpaan dengan seorang kawan, yang konon semasa SMA spesial di hati dan jiwa hehhe.
Cantik, dan bodynya mantap, eh saat reuni badannya makin lebar, hehe, sepertinya itu indikator makmur.
Hapus"Cantik, dan bodynya mantap, eh saat reuni badannya makin lebar, hehe, sepertinya itu indikator makmur."
Keren .... ananda. Ha ha ... Badannya makin lebar.
Yang bikin bunda sedih, tuh dia ngungkit yang negatif. Seolah2 menghina masa lalu bunda. Mungkin niatnya untuk menghidupkan suasana, yang mendengarnya terlalu sensitif. Selamat akhir pekan. Terima kasih telah singgah.
Nah itu dia bunda, benar kata pepatah niat baik bisa disalah artikan kalau tidak tahu dengan siapa kita berbicara dan dalam situasi apa. Salam sehat dan selamat berakhir pekan juga bunda.
HapusUcapan yang sama, ananda. Pribahasa yang pas. He he ...
HapusAku kebetulan jarang banget ketemu orang lama bund...sahabat Deket juga udah pada nyebar,tapi kebetulan sahabat Deket ini masih saling komunikasi walau GK sering,ya maklum udh pada sibuk masing"kita masih inget jaman SMP dulu kyk mana..alhamdulilah ga sombong...dan gak juga nyeletuk yg aneh"...kadang tergantung orangnya juga gimana ya bund
BalasHapusZaman sekarang, yang jauh tetap dekat, ananda. Era kami dulu, kalau berpisah, puluhan tahun belum tentu ketemu kembali. Malah sampai mati. Selamat malming. Selamat istirahat.
Hapuskalau kita miskin, banyak yang pura pura lupa....
BalasHapusbegitu juga sebaliknya..... hehehe
# Cerita menarik dan bermanfaat
Betul Mas Tanza. Apalagi klndisi ekonominya lebih baik daripada kita. Seperti pengalan yang saya alami.
Hapus😁👍
HapusSalut ma Nenek Nur 👍👍👍👍 iya nek terimakasih artikelnya bermanfaat sekali 🤗
BalasHapusTerima kasih telah mengapresiasi ananda. Selamat beraktivitas.
Hapusyang paling g enak adalah diceritakan masa lalu yang jelek2nya hehe
BalasHapusBetul, ananda. Cobalah bersikap biasa2. Kita tak perlu puji puja. Karena puji kadang sering hanya pemanis bibir. terima kasih telah singgah. Selamat siang.
HapusBeberapa kali saya ketemu teman lama tanpa disengaja dan kebanyakan ujungnya saya tak dianggap karena mereka sudah pada sukses sedangkan saya jauh dari kata sukses.
BalasHapusHaha. Ngga juga kali. Kita berharap kalau ketemu teman lama, selain penuh kegembiraan, birsikap wajar. Ya, ananda. Terima kasih telah singgah. Selamat siang.
Hapussaya ada komen entry ini. masuk spam box kah?
BalasHapusNotasinya ada, Anis. Tapi komennya tak sampai rupanya. Belakangan blog ini sering begitu.
Hapusoo patutlah...
HapusTerima kasih apresiasinya ya.
Hapussama sama👍😀
HapusTerkadang ya bunda, kalo udah merasakan sendiri sakitnya diejek atau diungkit kesalahan, maka dia ga mau melakukan hal yg sama ke orang lain.
BalasHapusDulu saya juga pernah digituin. Ketemu temen lama, yg diucapin malah masalah fisik. Krn memang kulit saya lebih gelap dulu, jadi si temen ini malah bilang, 'kok hitam sih skr'. Sakiiit loh dengernya. Atau dibilang gendutan.
Krn saya tau hal itu ga enak dan nyakitin, saya ga mau ngelakuin yg sama, bicarain fisik temen2. Mendingan kita ngobrol soal lain, yg happy2, yg bisa bikin ketawa. Ya kan..banyak orang yg rasa sensitif tasnya masih rendah. Mungkin malah seneng kalo bisa merendahkan orang lain
Sama, ananda. Apa untungnya ujuk2 ketemu langsung ngungkit masa lalu orang, membuat korbannya minder. Selamat malainggu ya, ananda. Doa sehat untuk keluarga di sana.
BalasHapusAlhamdulillah masih Allah berikan kesempatan membaca tulisan Nenek yang penuh makna dan nasihat ini. Memang begitu Nek, kalau Teddy lebih menghindari ketemu teman lama hehe.
BalasHapusBukan apa-apa, malas aja kalau kena dari salah satu point yang sudah Nenek bahas di atas.
Maaf baru bisa berkunjung Nek😅🙏
Yang penting saling menjaga saja, ananda. Pakai kiat nenek. Bila ada yang membicarakan hal yang menyakitkan, ada 2 pilihan. Pertama menjauh alias kabur. Ke dua. Tenang sejenak. Sambil berpikir harus bilang apa. Kemudian beri jawaban menohok. He he
Hapuspoin nomor satu itu yang lebih utama
BalasHapussekarang eranya, sensitif, jika tak hati hati ngeri
orang mudah tersinggung
Seharusnya memang begitu. Waktu bertemu, banyak tema yang harus diangkat. Apalagi udah bertahun2 saling merindu. Selamat sore ananda Djangkaru. Terima kasih telah singgah.
HapusBeberapa minggu yang lalu ketemu temanku SMA yg sekaligus teman smp. Bersyukurnya kita berdua masih sama-sama ingat. Padahal sudah lebih dari 10tahun ga ketemu. Ngobrolnya tentang kabar masing-masing.
BalasHapusKalau aku sudah ga ambil pusing tentang pertanyaan atau perkataan aneh teman atau orang yang baru ketemu. Biasanya aku buat bercanda atau bahkan bales dengan sindiran balik. Kita emang ga bisa ngatur orang lain ngomong apa, tapi kita bisa merespon apa terhadap perkataan orang lain.
Tulisan yang bagus :)
"Kita emang ga bisa ngatur orang lain ngomong apa, tapi kita bisa merespon apa terhadap perkataan orang lain." sepapakat, Mas Rivai. Sebenarnya tergantung tabiat orangnya. Seakan2 asal ngomong. Tiada mikir orang tersinggung. Terima kasih telah singgah, Mas. Maaf lambat merespon.
Hapuskalau saya kadang terasa udah kenyang di panglingin dengan kalimat yang menusuk hati.
BalasHapusYa ampun Rey, kamu tambah gendut!
Kulitmu nggak semulus dulu ya Rey
Perutmu makin gendut Rey
Dan percaya nggak, yang komen demikian itu laki dong, wakakakakak
Kalau laki yang panglingin, boleh jadi itu ejekan manja dan narasi kemesraan. Haha .... Bilang aja ke dia. "Tambah gendut adalah lambang kesejahteraan."
HapusTerima kasih telah singgah, ananda Rey. Salam hangat selalu.