Mantul ..., Adat Pernikahan Orang Rimba Lebih Heboh daripada Kawinan Modern
Siapa yang tak kenal Suku Kubu. Mereka hidup berkelompok di pedalaman Proninsi Jambi. Namun tidak banyak yang tahu bahwa adat pernikahannya lebih heboh daripada kawinan abad modern.
Sekilas Tentang Orang Rimba
Secara garis besarnya, wilayah penghidupan Orang Rimba, bisa dibagi dalam tiga kawasan besar, yaitu sepanajang jalan lintas Sumatera, Bukit Duabels, dan Selatan Bukit Tigapuluh (warsi.or.id)
Dahulu orang membahasakannya Orang Kubu atau Suku Anak Dalam. Entah mengapa kini bertransisi ke sebutan Orang Rimba. Konon mereka lebih suka dengan panggilan itu.
Ya, sudah kita tidak mempermasalahkan hal tersebut. Apapun julukannya, beliau-beliau itu adalah saudara kita sebangsa dan setanah air.
Pernikahan Orang Rimba
Meskipun belum banyak mereka yang bersentuhan dengan modernisasi, Orang Rimba adalah masyarakat cultural, punya tantanan sosial dan adat istiadat yang tinggi. Mulai aturan memanfaatkan hutan sebagai sumber kehidupan, tata krama dalam pergaulan dan sebagaiunya, sampai ke adat melaksanakan pernikahan.
Namun sesuai tema, pada kesempatan ini saya mengajak kalian mengulik yang terakhir saja. Yakni, tentang adat pernikahannya.
Umumnya, perjodohan yang ideal bagi orang rimba adalah pernikahan antara seorang pemuda dan gadis anak saudara laki-laki dari pihak ibu.
Walaupun demikian, seorang bujang boleh saja menikah dengan gadis mana saja yang dia suka, asalkan tidak sedarah.
Berikut tahap-tahap dan proses pelaksanan upacara adat pernikahan Orang Rimba.
1. Perkenalan
Seperti orang Indonesia umumnya, pernikahan orang rimba juga didahului dengan perkenalan. Pertemuan pertama antara dua insan berlawanan jenis mungkin saja terjadi di ladang, di tempat kawinan, di sungai, atau di hutan.
Jika keduanya ada kecocokan dan sepakat untuk membangun rumah tangga, orang tua mereka melaporkan kepada tetua atau yang dituakan (orang berpengalaman). Prosesnya berlanjut ke lamaran atau peminangan.
2. Lamaran/Peminangan
Orang rimba menyebutnya “moro”. Pada tahap ini ayah pemuda datang ke ayah si gadis untuk menanyakan apakah anak bujang dia bisa ditunangkan dengan putrinya.
Jika diterima, mereka menemui tuo tengganai, keluarga terdekat, untuk membicarakan kapan hari pertunangan dilaksanakan.
Setelah ada kesepakatan, keluarga laki-laki akan datang ke rumah keluarga perempuan dengan membawa pakaian perempuan seperlunya, sirih pinang, selemak semanis, (beras dan lauk pauk).
3. Pertunangan
Kalau bawaan tersebut diterima, maka anak gadis dan bujang mereka telah bertunangan secara resmi. Selanjutnya, disepakati kapan hari pernikahannya.
Yang menarik, masa pertungan orang rimba relatif lama. Beberapa sumber menyebutkan antara 8-9 tahun bahkan bisa mencapai 10 tahun. Alasannya, menunggu umur, dan kesiapan untuk memenuhi persyaratan dan mas kawin, yang berupa kain panjang atau sarung 140 lembar. Ditambah selemak semanis.
Tidak hanya mas kawin. Banyak lagi syarat lain yang harus dilengkapi seperti ayam barugo pikatan (ayam hutan), anjing buruan yang tangkas menangkap hewan (babi, biawak, napo-napo, dan sebagainya), dan seerkor burung puyuh yang pandai berkelahi atau sejenisnya, serta sepotong kain yang bagus.
Pernikahan bisa saja dipercepat jika semua persyaratannya telah terpenuhi.
Untuk diketahui, usia pemuda Orang Rimba saat bertunangan rata-rata antara 11-14 tahun, wanitanya 17-21 tahun. Dalam masa pertunangan, calon pengantin pria didewasakan terlebih dulu, dengan berbagai kegiatan yang biasa dilakukan orang dewasa.
Sebab, 2 hari sebelum akat nikah digelar, seorang calon mempelai pria akan melewati uji ketangkasan. Dia wajib lolos meniti kayu licin yang telah dikupas kulitnya. Dia juga harus sanggup membangun sebuah balai atau bangsal tanpa dibantu orang lain, dalam waktu setengah hari. Mulai matahari terbit sampai tengah hari.
Setelah sukses uji ketangkasan, akat nikah bisa dilangsungkan. Jika belum, boleh diulang pada hari berikutnya sampai berhasil dengan baik.
4. Upacara puncak adat pernikahan Orang Rimba (akad nikah)
Uji ketangkasan telah losos, semua persyaratan telah diserahkan oleh pihak calon mempelai laki-laki kepada keluarga pengantin perempuan. Tibalah saatnya melaksanakan upacara adat pernikahan. Di sini izinkan saya menyebutnya akad nikah.
Untuk memudahkan kehadiran sanak keluarga, ritual digelar di tengah pemukiman penduduk. Dalam sebuah pondok berukuran 4x4 meter, yang dibangun oleh masyarakat secara gotong royong. Lantainya terbuat dari kayu bergaris tengah kurang lebih 5 cm, berjarak 60 cm dari tanah.
Kedua pengantin duduk di tengah, menghadap ke Temenggung yang bertindak sebagai pejabat nikah. Keluarga dua belah pihak dan para undangan melingkarinya.
Setelah memberi nasihat pada kedua mempelai tentang kehidupan berumah tangga, sang pejabat nikah memegang tangan kedua pengantin. Terus mengucapkan, “Sekosi ... kembali kepada seki si ... nikah sampai menyelaut betongkat tebu seruas, lah lengok nyawo yang jantan maupun betino, nak sedingin air nak sepanjang rotan”. (sampai artikel ini diposting, saya tidak paham apa maknanya).
Selanjutnya kedua tangan mempelai ditepukkan 7 kali. Kemudian kening mereka diadu atau dibenturkan pelan-pelan sebanyak 7 kali. Akat nikah selesai, sepasang anak manusia itu telah syah sebagai suami istri.
5. Kenduri pasca nikah
Dengan selesainya akat nikah, bukan berarti acara berakhir. Masih ada tradisi lain yang harus dilaksanakan. Keluarga pengantin perempuan mengadakan kenduri selama 7 malam, mulai pukul 20.00 – 24.00. WIB.
Pesta dihelat di rumah pengantin perempuan, di balai-balai yang dibangun oleh mempelai pria waktu uji ketangkasan. Biaya digotong bersama oleh kedua pihak (fifty fifty).
6. Pengantin baru pergi ke hutan
Ada pula budaya lain dalam suku anak dalam yang lumayan unik. Usai akad nikah, pengantin baru pergi ke hutan selama kurang lebih 7 hari.
Di sana, mereka tidak hanya berusaha memenuhi kebutuhan sehari-hari untuk sebuah keluarga. Tetapi juga memperoleh hewan buruan. Seperti biawak, babi hutan, napo-napo dan sebagainya untuk dibawa pulang. Bukan sekadar buat oleh-oleh, tetapi sebagai isyarat bahwa kelak rumah tangga mereka memperoleh rezeki yang melimpah.
Pulang dari hutan, keluarga baru tersebut mendirikan gubuk sebagai tempat tinggal. Lokasinya di sekitar rumah orang tua laki-laki. Ini bermakna bahwa setelah menikah, istri mengikuti suami, bergabung dengan kerabat pihak laki-laki.
Nikah Alternatif
Andaikan orang tua pemuda tidak mampu memenuhi persyaratan yang begitu berat, bukan berarti anaknya tidak bisa menikah. Ada alternatif lain yang bisa ditempuh. Sepasang remaja yang sedang kasmaran bertemu di suatu tempat pada malam hari.
Karena kepergian mereka sembunyi-sembunyi, keduanya dianggap hilang. Tersebar kabar bahwa ada gadis dibawa kabur oleh seorang bujang.
Orang tua kedua belah pihak dan masyarakat melakukan pencarian. Setelah ketemu, sang pemuda dipukul oleh sanak familinya karena telah mencemarkan nama baik keluarga.
Kemudian masyarakat menggelar sidang. Sesuai adat yang berlaku, pihak keluarga laki-laki harus membayar denda 200 lembar kain sarung kepada keluarga perempuan.
Dengan lunasnya denda tersebut, kedua sejoli tersebut dianggap syah sebagai suami istri. Tanpa mengadakan upacara adat sebagaimana lazimnya sebuah perkawinan.
Simpulan dan Penutup
Banyak pesan moral yang bisa kita petik dari upacara adat pernikahan Orang Rimba ini. Di antaranya, sikap kerja keras, nilai tanggung jawab, suami istri bahu membahu dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga, sikap gotong royong dalam masyarakat, dan lain sebagainya tak bisa desebut satu per satu.
Demikian sekilas gambaran tentang upacara adat pernikahan Orang Rimba, di Provinsi Jambi. Apabila ada kekeliruan mohon diperbaiki. Maklum, dinamika.kehidupan terus berlansung. Mungkin kondisi sekarang tidak sama dengan informasi yang saya peroleh.
Baca juga:
- Luar Biasa ...! Pelepasan Calon Haji Tanjung Tanah Kayak Ngarak Pengantin
- Utang Numpuk Hidup Amburadul? Gampang. Ini 4 "Azimatnya"
- 6 Cara Menangkis Suami Selingkuh, Yeng Terakhir Dijamin Pelakor Mati Kutu
*****
Penulis,
Hj.NURSINIRAIS
di Kerinci, Jambi
Sumber:
https: //uun_halimah.blogspot.com/2009/10/upacara-perkawinan-pada-masyarakat-kubu.html
Ikut nyimak dan menikmati tulisan nenek ☺️🤗🤗
BalasHapusTerima kasih, ananda Dinni. Selamat istirahat.
HapusIya bund..adat istiadat kadang memberatkan mempelai prianya .jalan satu"nya ya gitu kabur... supaya bisa menikah...berat memang tapi kalo sudah cinta...rintangan apapun di lawan....
BalasHapusHa ha ... Kalau sudah cinta semua jadi buta. Terima kasih telah singgah, ananda mrenryoo
Hapuswahhh belajar budaya baru ni👍👍 kalau pengantinnya duda atau janda adatnya masih sama juga ke?
BalasHapusGsk tau juga ya. Seduai sumber artikel ini hanya membahas pernikahan bujang dan gadis perawan.
HapusBaru tahu adat pernikahan suku rimba, ternyata agak rumit ya. Pertunangan harus tunggu 8-9 tahun, sendiri juga 7 hari, harus siap modal banyak ini mah.😂
BalasHapusBiatsnya juga banyak ya, Mas Agus. Terima kasih apresiasinya. Selamat sore.
Hapustunanganya lama,,,, kalau tahan bagus itu, kalau gak tahan ya bahaya, kalau kenduri 7 malam saya rasa bukan duit sedikit nanti
BalasHapusMereka taat memegang adat, Mbak. Kalau melanggar hukumannya tidak main2.
Hapuswah, abis nikah pergi ke hutan. wik wik di hutan. hehehe
BalasHapusHutan tuh kampung mereka, Mas Adi. Sekarang sudah banyak berkeliaran keluar karena kehidupan mereka makin terdesak, sebab terdampak oleh alih fungsi hutan. Populasinya juga kian berkurang.
Hapusternyata, orang rimbapun punya ada yang ruwet....
BalasHapustulisan bermanfaat, nambah ilmu....
thank you for sharing
Malah lebih ruet daripada kita masyarakat biasa Mas Tanza.
Hapusyang alternatif apakah masih berlangsung atau sekarang tinggal simbol. Kebayang aja dipukulin sanak saudara yang perempuan :)
BalasHapusYang dipukul tuh cowoknya saja, Bang Day. Mereka itu teguh memegang adat. Gak tau juga zaman sekarang. Mereka sudah mendapat pembinaan dari LSM.
HapusKearifan lokal yang selalu menarik hati. Solusi kalau tak memenuhi syarat juga sangat membantu
BalasHapusSemoga tradisi ini tetap lestari ya, Mbak Tira.
HapusSekarang mereka sudah banyak keluar Mas Firli. Karena tergusur oleh alih fungsi hutan. Di luar mereka dah pakai baju, ada yang pakai motor, hp, seperti masyarakat biasa. Sebab mereka telah mendapat pembinaan dari LSM.
BalasHapusPernah dengar kisah nikah alternatif tu
BalasHapusMasyarakat biasa juga ada yang kawin alternatif begini ya, Wak.
HapusSetelah baca tulisan ini jadi tahu tahap proses pernikahan suku anak dalam atau orang rimba yang cukup panjang. Bahkan sejak awal sudah melibatkan orang tua dan tetua suku.
BalasHapusProses pernikahan yang panajnag dan memiliki banyak syarat seperti mengajarkan kepada calon pengantin untuk berusaha keras dan bertanggung jawab dalam menjalani kehidupan pernikahan ke depannya.
Tradisi seeprti ini mesti terus dirawat dan dijaga.
"Proses pernikahan yang panajnag dan memiliki banyak syarat seperti mengajarkan kepada calon pengantin untuk berusaha keras dan bertanggung jawab dalam menjalani kehidupan pernikahan ke depannya." Setuju, Mas Rivai. Itulah Indonesia. Orang Rimba tuh teguh memegang adat. Sayang, kini populasinya tidak banyak lagi. Terima kasih telah singgah.
+ Lebih repot
BalasHapus+ Lebih ribet
+ Lebih niat banget ya Bu wkwkwkwkwkkww
Sekarang kehidupan mereka makin terdesak, Mas Aul. Karena alihfungsi hutan. Bagi yang mau dibina, sudah banyak perubahan dan keluar dari hutan. Populasinya juga makin berkurang. Apakah masih berlaku adat seperti ini. Allahu alam bish shawab.
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusInfo baru.. Tapi kalau dilihat, memang pengantin diajar bertanggungjawab untuk keluarganya.. Menarik perkongsian ini..
BalasHapusBetul, Sha. Mereka teguh memegang adat.
Hapus