Keren ...! Ini 4 Alasan Gadis Minang Nekat Merantau tanpa Didampingi
Orang Minang selalu identik dengan merantau. Hanya trendnya sedikit bergeser. Kalau dahulu merantau hanya dibolehkan untuk anak laki-laki saja, kini anak gadis pun banyak yang merantau tanpa didampingi.
Kontek "anak gadis" dalam hal ini adalah anak perempuan yang belum menikah, yang dahulu tabu baginya merantau tanpa didampingi. Tugasnya di rumah saja. Urus dapur, sumur, dan kasur. Kecuali jika dia sudah berumah tangga terus diboyong suaminya.
Era saya ke belakang, jangankan merantau seorang diri, minta izin mengunjungi teman di lain desa saja, susahnya minta ampun. Begitu anak gadis buka mulut emaknya langsung protes. “Apa urusanmu melampaui kampung. Mau cari lakikah? Mau ini, mau itukah?” Maaf mungkin ini hanya berlaku di daerah tertentu saja.
Anak Bujang Minang Disuruh Merantau
Lain cerita dengan anak bujang (laki-laki). Memasuki usia dewasa, mereka sengaja disuruh merantau. Tujuannya untuk menempa diri agar lebih matang, tahu bagaimana beratnya hidup dan kehidupan, serta mencari pengalaman di tempat yang baru, sebagai bekal kelak untuk dibawa pulang.
Saking bangganya menjalani hidup di rantau, ada ungkapan yang dilebih-lebihkan, oleh sebagian perantau Minang, “Belum lengkap keminangan seseorang sebelum dia mengelilingi 25 rantau.”
Dahulu, rantau yang mereka tuju belum tentu keluar dari lingkup alam Minangkabau (Sumatera Barat). Kadang-kadang di kecamatan tetangga, atau di luar kabupaten. Walaupun tidak sedikit juga yang ke luar Sumatera.
Tidak sama dengan merantau orang Minang sekarang, yang konteknya lebih luas, bernuansa kekinian dan berkelas. Motivnya lebih dari sekadar mencari pengalaman dan mendewasakan diri. Terus apa? apa lagi kalau bukan kepeng alias cuan.
Mengawali hari-harinya di tanah rantau tidak banyak bujang-bujang tersebut hidup enak. Terget pertama urusan perut. Mereka tidak gengsi melakukan apa saja demi sesuap nasi. Mulai manggaleh (berdagang) dengan modal minim, kernet, sampai memburuh dan sebagainya.
Dalam prosesnya sang pemuda menggunakan akal pikirannya agar bisa sedikit lebih dari sekadar perut, dengan kelonggaran beban otot.
Anak Gadis Minang juga Berhak Merantau tanpa Didampingi
Sekarang zaman sudah berubah. Di tengah gempuran teknologi yang tak terbendung ini, anak gadis Minang tidak boleh cengeng. Mereka sudah lama sadar akan persamaan jender. Mereka juga berhak mengejar impiannya di tanah rantau, meskipun hanya seorang diri.
Jangankan ke luar kampung, luar daerah, luar pulau, di luar negeri pun banyak anak gadis Minang yang merantau. Yang penting ditemani ilmu, iman, dan taqwa.
Lalu apa saja alasan gadis Minang itu nekat merantau tanpa didampingi? Simak ulasan berikut sampai tuntas!
1. Menuntut ilmu
Rugi besar jika seorang gadis Minang itu lahir, besar, dan sekolah mulai TK sampai Kuliah, bahkan sampai menikah hanya tinggal bersama orang tua di kampung halamannya saja.
Dengan bersekolah di perantauan, mereka belajar meninggalkan kenyamanan yang dinikmatinya bersama orang tua, bertemu dengan hal-hal baru, belajar memanajemen kehidupan, bangun pagi sendiri, mengatur keuangan sendiri, mencari solusi jika kebetulan ada gangguan kesehatan.
Fase-pase itulah, gadis Minang itu jadi matang, mengenal siapa dirinya. Makanya, diakui atau tidak, cara pandang gadis yang biasa merantau itu beda. Rasa empatinya lebih tajam daripada gadis-gadis yang biasa tinggal bersama orang tuanya seumur hidup.
Tak heran, gadis Minang itu tak mau kalah dari saudara-saudaranya dari daerah lain, baik kaum cowok maupun cewek. Mereka bertebaran di berbagai kota di dalam dan luar negeri untuk belajar menuntut ilmu.
Yang menarik, tidak sedikit pula mereka yang menikah dengan orang luar negeri. Karena semakin luas alam yang dijelajahi seseorang, kian banyak baginya kesempatan berkenalan dengan orang-orang baik. Ternyata salah satu darinya telah diciptakanNya menjadi pasangan sang gadis.
Otomatis jargon klasik Minang yang berbunyi, “Kama anak ka babako” terpatahkan. (Kama anak ka babako artinya jika perempuan Minang menikah dengan orang luar, kelak anaknya tidak punya keluarga dari pihak ayah).
2. Mengembang diri
“Ngapain anak gadis mengembang diri jauh-jauh di rantau orang. Kalau rezeki musang tidak akan disambar elang,” Bantahan ini sering dilontarkan oleh orang sekeliling, terhadap anak gadis Minang yang akan meninggalkan kampungnya, mencari kehidupan baru di daerah lain.
Sanggahan tersebut tidak salah, belum tentu juga benar. Sebab, ada semacam kultur yang terbangun di tengah masyarakat di daerah-daerah Minang tertentu (bukan seluruhnya). Yang mana, tradisi kurang memberi ruang bagi anak gadis untuk berkarier di kampungnya sendiri.
Umpamanya ada anggapan, jika anak gadis terlalu maju, terlalu pintar dan terlalu kaya, jodoh berat untuk mendekat.
Makanya gadis Minang itu merasa lebih leluasa membangun reputasi di tanah rantau. Apakah sebagai pengusaha, pedagang, dan lain-lain. Terutama mereka yang berpendidikan tinggi.
Banyak gadis Minang menjadi pengusaha sukses di kota-kota besar. Namun, tentu ada juga yang gagal meraih keberhasilan.
3. Mangubah nasib diri dan keluarga
Merantau dengan tujuan mengubah nasib orietasinya jelas-jelas mencari uang. Banyak gadis Minang yang pergi merantau dilatari oleh ambisi memperbaiki ekonomi orang tuanya yang tidak baik-baik saja.
Mereka tersebar di berbagai kota kecil dan besar di seluruh nusantara berbekal pendidikan seadanya, tidak semuanya lulusan sarjana.
Belum lagi yang nekat menjadi TKI keluar negeri. Lagi-lagi misi utamanya adalah mencari pitih untuk mengubah nasib diri dan keluarganya.
Rasa berat meninggalkan orang tua dan sanak keluarga itu pasti ada. Tetapi tetap mereka jalani. Kadang-kadang di perantauan meraka beradu dengan kesulitan, namun gadis Minang itu tetap menjadi perempuan tangguh dan tidak gampang menyerah.
4. Mengikuti tugas
Seperti saudari-saudari mereka dari daerah lainnya, gadis Minang juga banyak yang merantau demi panggilan tugas. Ada yang berstatus sebagai ASN, karyawan swasta, dan lain-lain. Mereka bertugas mulai dari kota sampai ke pelosok desa di seluruh penjuru Nusantara.
Era sekarang, yang namanya merantau demi tugas nyaris tiada yang perlu dikhawatirkan. Kecuali jika ditempatkan di daerah terosilir. Belum ada pasokan listrik, belum dialiri sinyal handphpone, belum didukung infrastruktur fisik dan non fisik yang memadai.
Kasus di atas mengingatkan saya pada suatu kisah. Tahun 1979, Am gadis non Minang, mendapat tugas mengajar di pelosok dalam Provinsi Jambi. Dia ke sana diantar ayahandanya.
Maklum, kondisi dusun semasa itu. Baru satu malam dia nginap, paginya ada lipan (kelabang) bergelayut pada pakaiannya di hanger. Besoknya Am menangis minta pulang, dan tak pernah ke sana lagi. Padahal, di tempat yang baru itu banyak teman-teman gadisnya sesama guru dari begagam suku.
Demikian 4 alasan gadis Minang berani merantau tanpa didampingi. Sebanarnya banyak alasan-alasan lain. Biar lebih ringkas, dipadai hingga ini saja. Kalau kalian punya ide dan berkenan berbagi, silakan tambah di kolom komentar. Semoga bermanfaat. Terima kasih.
Baca juga:
- Adat Pernikahan Orang Rimba Lebih Heboh daripada Kawinan Modern
- Luar Biasa ...! Pelepasan Calon Haji Tanjung Tanah Kayak Ngarak Pengantin
- Utang Numpuk Hidup Amburadul? Gampang. Ini 4 "Azimatnya"
*****
Penulis,
Hj. NURSINI RAIS
di Kerinci Jambi
merantau untuk hidup berdikari. saya suka dengan budaya seperti ini sebab di situ juga dapat membentuk jatidiri dan menjadi gadis yang lebih matang dan terbuka...
BalasHapusBetul, Anis. Terima kasih telah mengapresiasi. Selamat sore.
HapusMalam Bund,.betul..merantau kalau tujuannya positif untuk mencari rejeki / ilmu malahan bagus bund supaya jadi pribadi yg lebih mandiri dan tangguh.
BalasHapusSrpakat, ananda mreneyo, terima kasih telah mengapresiasi. Selamat sore.
HapusMuy interesante te mando un beso.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusSering mampir ya sobat Alexander.
HapusSaya malah baru tau kalau gadis minang dilarang merantau
BalasHapusMerantau kalau untuk menimba ilmu atau untuk merubah nasib diri atau keluarga menurut saya tak ada salahnya.
Itu dahulu, Mas Hermansyah. Sekarang tidak lagi. Dunia sudah berbeda.
Hapusbagus merantau...dapat rezeki yang lebih luas dan lebih baik
BalasHapusPlus meluadkan pergaulan, memperkaya pengalaman. Terima kasih telah mengapresiasi, mrhanafi
HapusBuah dari perjuangan Kartini ya, gak ada batasa gender lagi untuk merantau
BalasHapusSetuju, Mas. Tanpa perjuangan Kartini, munglin kami emak2 ini sampai lumutan dengan tradisi Terima kasih telah mengapresiasi selamat sore.
HapusHebat sekali ya
BalasHapussaya aja merantau ke jakarta, takut sekali
dan itu pun terpaksa
Takut karena belum dijalani ya, ananda. Nenek ini pernah ke Inggris sendirian ....
HapusSebenarnya masalah merantau dengan didampingi ini saya setuju sih, karena di sana Islam kental banget kan.
BalasHapusJadinya hukum Islam yang mengatur wanita sebaiknya selalu bersama mahromnya ketika keluar rumah itu, benar-benar dipatuhi.
Dengan merantau didampingi juga bikin para gadis insya Allah lebih aman, karena ada yang jagain ya Bu :)
Umumnya untuk pertama memasuki tempat yang baru, ada keluarga yang menampung mereka, ananda Rey. Atau mereka berangkat bersama teman2 seperjuangannya. Terima kasih telah mengapresiasi. Selamat malam.
Hapusjaman sudah berbeda ya, sekarang anak gadis diijinkan merantau demi masa depannya.
BalasHapusSetuju, Mas Adi. Karena tindakan mereka sudah diperhitungkan dan terencana.
Hapusya, kita tahu, suku minang adalah suku yang suka merantau....
BalasHapusnggak tahu, kalau anak gadis juga merantau .....
Informatif.... thank you for sharing
Emansipadi, Mas Tanza. He he ....
Hapusterkadang memang pergi dari kampung halaman adalah hal yang baik, untuk menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman baru seperti yang kk tulis
BalasHapusIya, ananda. Merantau akan membuat wawasan kita luas, kreatifitas kita jadi terasah.
HapusKita tidak bisa membayangkan ini di Belanda.
BalasHapusDi sini pria dan wanita setara dan bisa pergi kemanapun mereka mau.
Salam Irma
Di Indonesia sekarang pria dan wanita juga sudah mulai setara. Tetapi sifatnya belum menyeluruh. Terima kasih telah singgah temanku Irma.
Hapus