Setelah Istriku Berpenghasilan [Part 5]
Halo sahabat celotehnur54! Cerbung “Setelah Istriku Berpenghasilan” kini memasuki babak ke 5. Dramanya semakin seru .... Andai “Aku” kurang bijak mengelola kondisi, kiamat rumah tangganya siap mengancam.
Betapa tidak, riak-riak kecemburuan Rahel pada Firah tak pernah padam, kekhawatiran “Aku” kalau istrinya ditiduri Bosnya mulai menyesaki kepalanya.
Biar ceritanya nyambung, jangan sampai ada sesinya yang terlewat. Atau kalau ada yang kurang sabar ingin menuntaskannya sekaligus, bisa pesan dalam bentuk e-book dengan menghubungi penulisnya di 082138985540. Selamat menikmati.
Setelah Istriku Berpenghasilan [Part 5]
S. Prawro
Muntah-muntah
“Benar itu Mas yang dibilang Rafadon?” Rahel sudah siap memarahiku.
“Tenang, bisa Mas Jelaskan. Tapi di rumah. Sekarang kita jalan pulang dulu.”
Aku melirik kesal pada Rafadon. Kubuat gerakan mengancam dari bibirku. Dia tampak tidak takut sama sekali malahan asik lari sana sini.
“Rafadon, anteng ini lagi dijalan lho. Banyak mobil.” Kukeraskan suara agar anak itu tidak terlalu liar. Rahel langsung meraih tangannya sementara aku menenteng belanjaan sambil menggendong Jaidan.
Kami belanjanya tidak jauh dari kontrakan jadi berjalan saja. Lagipula aku tidak punya motor. Waktu Rahel hamil saja, aku repot sekali. Tungkai kakiku seperti mau copot karena berkeliling mencarikan makanan yang bisa masuk ke perutnya tanpa dimuntahkan lagi.
Setelah sampai di rumah aku mengambil Rahel air putih dari kulkas.
“Minum dulu biar tenang.”
“Gesturnya sedikit melunak.
“Jadi gimana ceritanya, Mas bisa ngobrol lama sama si Firah. Mas sengaja ya mentang-mentang Rahel lagi tak di rumah.”
“Gak ada ya Mas sengaja Dek, itu sama kayak kamu mau beli sayur terus ketemu ibuk-ibuk lain yang juga sedang beli sayur.”
“Ceritain secara rinci.”
‘Dia lewat nanyain keadaan Zidan kalau aku gak balas kan entar dikira gimana-gimana, Dek. Habis ditolongin kok jadi cuek.”
“Kalian ngobrol apa saja.”
Rahel meneguk minumannya.
“Sama nanyain kamu di mana, kenapa akhir-akir ini Masmu ini sering terlihat sendirian, dia juga sempat ngusulin kalau bisa ambil babysitter.”
“Kok perhatian banget sih sama kamu Mas.”
“Bukan sama Mas, Dek. Tapi sama anak-anak. Sejak nolongin Jaidan kemarin kayaknya dia jadi merasa dekat gitu.
“Sebisanya hindari orang itu Mas. Takutnya Mas kepincut sama dia. Janda lho dia itu Mas. Gak baik lho, ngomong sama perempuan lain saat istri sedang tidak ada. Kalau dia naksir sama kamu gimana?
“Ya gak mungkin to Dek, emangnya Mas secakap apa sih. Hanya orang-orang khilaf yang mau sama Mas.”
“Kamu itu ganteng Mas kalau diperhatiin dari jarak dekat. Cuma banyak yang gak nyadar aja. Ngobrol jarak dengan Firah bahaya buat rumah tangga kita, Mas.”
“Kamu jangan terlalu berlebihan Dek. Anak-anak senang kok sama si Firah.”
“Justru itu, Mas. Awalnya anak-anak, lama-lama Mas yang ikutan suka sama dia.”
“Cie ada yang cemburu. Iya-iya sebisa mungkin akan Mas hindari. Atau kita perlu pindah rumah.”
Rahel tahu pindah rumah bukan ide yag bagus. Lagipula mungkin hanya perasaannya saja yang terlalu protektif.
*
“Dek, Mas kepikiran ide si Firah. Bagaimana kalau kia ambil pengasuh anak?”
“Gak, usah. Buang-buang duit.”
“Tapi sudah hampir setengah bulan Mas gak ada penjualan gara-gara momong anak. Suami tak berpenghasilan kan lucu, Dek.”
“Cuma setahun saja kok, Mas.”
“Itu lama lo, Dek.”
“Sabar aja setelah setahun semuanya akan normal lagi. Rahel akan berhenti kerja dan berkegiatan seperti biasa.”
“Serius nih gak boleh pakai baby sitter.”
“Gak usah, Mas. Takut ada affair, sepanjang lawan jenis dalam satu rumah, godaannya gede.”
“Tapi Mas gak bisa terus-terusan ngurus rumah seperti perempuan.”
“Sakarang kan kita lagi tukaran posisi. Mas harus bisa dong. Dan ingat Mas, dulu Rahel pernah minta baby sitter, gak boleh,” Ungkitnya.
Aku menelan ludah. Uang dari mana aku kan hanya bisa memberinya uang tujuh ratus ribu rupiah sebulan. Akhirnya aku menyerah dengan ide mengambil baby sitter.
*
Tengah malam Jaidan tiba-tiba muntah-muntah. Aku membangunkan Rahel. Kami sama-sama panik.
“Tadi makan apa aja, Mas.”
Aku mengingat-ngingat. ”Jaidan minum teh kemasan.”
“Jangan dikasih yang aneh-aneh dulu, Mas. Jaidan itu masih kecil.”
Setiap 10 menit Jaidan muntah lagi. Dari jam 2 sampai jam 4 sudah muntah lebih dari dua puluh kali. Aku langsung menggendongnya ke klinik terdekat.
Mata Rahel berkaca-kaca saat melihat anaknya dipasang inpus, diambil darah dan melakukan swab. Jaidan justru tak menangis. Dia terlihat begitu kuat. Barulah saat suster berdatangan ke ruangannya dan memasukkan obat lewat selang, Jaidan menangis lidahnya pait katanya.
Rahel tetap bekerja seperti biasa sementara Rafadon dijemput neneknya. Dia memang hanya dekat dengan mamakku saja.
Lima hari di kampung, Rafadon kembali ke rumah dengan sebuah perubahan besar. Dia sudah berhenti pakai popok. Ia pun menagih sepeda baru.
Rahel ke rumah sakit menemani Jaidan sepulang bekerja. ia sangat menarik dengan tampilannya yang baru.
Bayangan karyawan tidur dengan bosnya yang marak di berita mangganggu pikiranku. Apalagi Rahel anak baru. Bisa kasbon 12 juta itu gimana ceritanya. Aku jadi was-was dan mulai curigaan.
“Gak bisa ya kalau kamu fokus menemanin Jaidan dulu di rumah sakit.”
“Gak bisa, Mas. Bayar rumah sakit gak murah, kita gak ada bpjs. Jadi salah satu dari kita harus ada yang menghasilkan uang.”
Hari ke empat di rumah sakit Jaidan boleh pulang.
Tagihan hampir menyentuh tiga juta. Rahel yang membayar semuanya.
“Lihat kan karena diasuh sama bapak-bapak anak kita jadi sakit begini.”
“Udah gak usah disesali yang penting ke depannya Mas jangan kasih Jidan makanan tidak sehat.”
Aku pun mendadak jadi koki rumahan berbekal nonton dari youtube.
Masih sebelas bulan lebih. Sanggupkah aku melewati peran ini.
Drama selanjutnya menunggu. Jaidan sama sekali gak mau minum obat. Terpaksa aku minta bantuan Dik Firah lagi.
[Bersambung...]
Baca juga:
Maklum kalau istri cemburu karena dia yg kerja dan gak tau suami di rumah seperti apa... lagi "alasan anak sakit minta bantuan dik Firah...emangnya gak ada tetangga lain ..hehehhe
BalasHapusSekarang anaknya sakit minta bantuan Si Firah. Ujung2nya bapaknya minta dibijit sama si Firah. Haha ....
HapusI really liked this part 5. Your writing is fluid and the dialogues are very natural.
BalasHapusIn short, your prose is very pleasant to read.
Have a good week, my dear distant friend.
Kisses.
I'm flattered by your praise, friend. Thank you for stopping by. good night from Indonesia
HapusWah makin dibuat penasaran aja nih dengan alur ceritanya
BalasHapusjanda muda, akan kan tergoda
Entah janda mudanya yang tergoda atau si "aku-nya" yang menggoda. Haha .... Terima kasih telah singgah, ananda.
Hapusalur ceritanya semakin membuat penasaran.....
BalasHapus👍👍
Tunggu episode berikutnya, Mas Tanza. Terima kasih telah singgah.
HapusKenapa lah selalu berhenti di saat hawa2 nya mulai panas hahahahaha. 🤣. Bahaya nih memang... feelingku si suami bakal tergoda llama2 Ama firah 😄
BalasHapusHa ha .... Penulisnya memang lihai menata adegan. Dia beberapa cerpannya sudah terbit antologi bersama Asmanadia.
HapusMenarik kisahnya ya Ibu Nur.
BalasHapusTapi, memang begitulah yang sering berlaku dalam kehidupan ini. Banyak mesej dan pengajarannya.
Iya, Ami. Kisah ini diangkat dari fakta. Begitulah adanya. Meskipun jumlahnya tidak banyak.
HapusHahahaha payah emang bapak2.baru jadi koki blm sebulan dan ngurus anak dah nyerah.gimana kabar ibuk2 yang tiap hari ni kerjain smuanya wkwkkw
BalasHapusRasain ...'. Ha ha .... Kalau istri ngurus anak2 tak pernah ngeluh. Tak jarang pula disalah2in, dimarahin ma bapak2. Kwkkk .... Terima kasih telah singgah ananda Enny. Salam sehat selalu.
Hapustiba tiba rasa simpati pada Rahel...
BalasHapusPerempuan itu selalu simpati pada istri syah ya, Anies, he he ....,
Hapus