Curhatan Pilu Seorang Istri Ditinggal Pergi Almarhum Suami
Uncategorized
Penutur: Hermi Yusnita (Aku)
Setelah bergulat melawan sakit, akhirnya engkau menyerah kalah. Dirimu pergi untuk selamanya meninggalkan aku dan anak-anakmu, yang butuh dirimu tempat bersandar.
Gagal ginjal kronis
Dua tahun terakhir suamiku rutin kontrol di RSU Bunda, Padang, akibat menderita hipertensi, diabetes melitus, dan kolesterol. Selama menjalani masa kontrol, hampir tidak menunjukkan gejala yang signifikan. Makan dan tidurnya enak, kondisi tubuhnya baik-baik saja, dan tetap beraktivitas dengan normal layaknya pria dewasa usia 53 tahun yang lain.
Juli 2023, dia mengeluh tak enak badan, pinggang dan perutnya sakit. Dua bulan bolak balik masuk rumah sakit, dokter memvonis dia gagal ginjal kronis. Sempat beberapa kali cuci darah, jadwalnya 2 kali seminggu.
Bintang harapan sempat bersinar
Sejak itu, tanda-tanda kesembuhan semakin menjauh. Siang malam aku dan anak-anak tak bisa tidur menemani beliau menahan sakit. Naluriku dikuasai oleh kekhawatiran mendalam. Aku takut kehilangan dirinya.
Momen paling kutakukan itu datang juga
Momen yang paling kutakutkan itu datang juga. Tiada lagi rintihan membelah kesunyian malam. Tiada lagi suara memanggil namaku menyampaikan rasa sakit yang tiada terperi. Tiada lagi tangan merengkuh lenganku minta dielus dadanya saat batuk menyerang.
Hanya bungsu yang kuharapkan kehadirannya setelah jam belajar di sekolahnya usai. Itu pun belum bisa mengobati nestapaku. Namanya anak cowok, banyak main di luar daripada diam di rumah.
Kesedihanku kian membuncah, ketika melihat pakaian kerja suamiku tergantung rapi di Lemari. Kertas-kertas dokumen teronggok di meja kerjanya. Di luar sana bunga-bunga kesayangannya banyak yang layu karena tak disiram selama dirinya terbaring di rumah sakit. Ya Allah ..., kapan aku bisa ikhlas menerima situasi ini.
Dua puluh tujuh tahun hidup bersama
Hati siapa yang tidak terluka, dua puluh tujuh tahun kebersamaan kami, bukanlah sebentar. Dua puluh tujuh tahun pula suamiku memanjakan aku dalam banyak hal. Aku nyaris tak pernah tahu urusan cetek bengek dalam rumah tangga, kecuali urusan dapur. Mulai masalah beras yang sudah habis, kuliah anak, urusan sawah dan ladang, sampai ke membuka dan mengunci pintu dikala pagi dan senja datang menjelang.
Selama itu pula aku merasakan pahit getirnya kehidupan dalam pernikahan. Kadang-kadang tertawa bahagia, tak jarang pula menangis dan kecewa. Namanya berumah tangga, pasti mengalami banyak cobaan. Kesulitan beradaptasi dengan perbedaan karakter kami masing-masing, sampai ke problem keuangan. Maklum, zaman 90-an, gaji PNS belum semewah sekarang.
Semuanya kami lalui dengan tabah. Meskipun pernah juga diwarnai konflik, hanya gara-gara masalah sepele. Namun tiada dendam di antara aku dan suamiku. Sesekali beliau menyapa duluan, tak jarang juga aku yang mencubitnya duluan. Endingnya ..., kami tersenyum malu-malu kucing.
Di akhir hayatnya, tiada pula dosa diantara kami. Beberapa hari sebelum beliau berpulang, kami telah berjabat tangan saling memaafkan. Aku yakin dia pergi dengan tenang dan syurga adalah tempat yang layak untuknya.
Penutup
Kini aku ibarat perahu patah kemudi, terombang-ambing di tengah samudera luas. Berdayung sendirian menyelamatkan penumpang dari hantaman badai. Hanya dengan harapan dalam doa yang kutadahkan setiap usai salat. Semoga aku mampu mengarungi perjalanan ini dengan tegar.
Terakhir aku mohon pada sahabat pembaca, yang kenal maupun sekadar mengenalnya, jika ada suamiku salah dalam bersikap dan terselip lidah dalam bicara, baik sengaja maupun tidak, mohon dimaafkan dunia akhirat. Akhirul Qalam, Assalamu alaikum warahmatullahi wa barakatuh.
Baca juga:
- 13 Tahun Nyaman Bersama Supra X, Korek Rahasianya di Sini!
- Optimalisasi Teknologi dalam Era Bisnis Digital
- Strategi Penghematan di Proyek Konstruksi: Meningkatkan Efisiensi dan mengurangi Biaya
****
Ditulis oleh,
Hj. Nursini Rais,
di Kerinci Jambi.
Es algo muy duro perder a quien se ama. Te mando un beso.
BalasHapusDe acuerdo mi amigo Alejandro. Pero la muerte es segura. buenas noches desde indonesia
HapusDuuh sedih banget bunda ceritanya...yah gimana enggk yaa 27 tahun bersama tau"kehilangan selamanya, walau kematian itu pasti kadang gak siap menerima nya.
BalasHapusIya, ananda. Jangankan org yang mengalami. Kita sebagai penonton saja pilu saat membayangkannya. Terlebih seperti bunda Juli tahun depan perjodohan kami genap setengah abad.
HapusWooow..luar biasa bunda😘
HapusBegitulah kehidupan ya, ananda. Tak bisa lepas dari bahagia dan kecewa.
HapusSedih, bun. Gak bisa bayangin. Aku malah nangis. (Posisi lagi di RS buat kontrol) jadi cepet ke bawa suasana. Lagipula ini memang sedih kisahnya. Semoga aja yg ditinggalkan dberi kuat dan sabar. Yg berpulang ditempatkan di sisi-Nya yang mulia
BalasHapusLagi di rumah sakit? Sakit apa, ananda? Semoga cepat sembuh ya. Iya. Ditinggal pasangan itu sangat menyakitkan. Terlebih saat awal kepergiannya.
HapusInnalillahi, al fatihah.
BalasHapusMskasih apresiasinya, Bunda Ssladin. Selamat sore
Hapussemoga keluarga yang ditinggalkan tabah dan sabar , almarhum mendapatkan tempat terbaik dan berjumpa kelak di surga-Nya
BalasHapusYa, harus sabar, ya Mbak. Mau ke mana lagi. Kita juga akan menyusul.
HapusI am so sorry to hear this. All my best to you.
BalasHapusThank you friend. What else. Death is a deep wound for relatives
HapusPilu sekali ceritanya Mbak.
BalasHapusSetelah 27 tahun hidup bersama berumah-tangga, tak terbayangkan betapa sangat kehilangan ketika pasanga meninggal.
Semoga yang ditinggalkan tetap tabah dan bersabar dalam dukanya.
Salam,
Amin .Mas Asa. Kehilangan banget. Syukur punya anak. Meski semuanya cowok.
HapusDeep banget, Nda.
BalasHapusMungkin ini dari sisi Istri ya, aku pernah menemukan kisah seorang suami yang ditinggal istrinya yang hampir menemaninya selama 18 tahun. Menurutku itu sudah pedih. Meskipun ada banyak cara untuk bangkit, tapi ttp kehilangan orang yang menemani dari 0 itu yang paling menyesakkan.
Ya, harus bagaimana lagi, ananda. Sudah merupakan garis hidup. Kita cuman menjalani.
HapusSemoga keluarga yang ditinggalkan sabar dan tawakal. Semua kembalikan pada Ilahi
BalasHapusAmin, Mbak Tira. Maaf telat merespon. Terima kasih apresiasinya.
HapusSuatu saat orang akan merasakan ditinggal atau meninggalkan
BalasHapusada rasa sedih dan kehilangan pastinya
Saya membacanya ikut terharu
innalillahi
Iya, ananda. Hal tersebut adalah pasti dan tak bisa diganggu gugat
HapusYa Allah, turut berduka cita ya bu. Aku ga sanggup membayangkan rasa sedihnya, sampe ga kerasa air mataku juga mau ikut menetes.
BalasHapusjadi refleksi diriku juga yang masih muda. Sebisa mungkin jaga makanan dan gaya hidup, karena pengennya menua terus bersama. Semoga kelak dijauhkan dari berbagai penyakit.
Setuju, Mas Fajar. Gaya hidup sangat menentukan masa depan kita tidak hanya masalah ekonomi, tetapi sangat berpengaruh pada kesehatan. terima kasih apresiasinya. Salam sehat untuk keluarga di sana ya.
HapusMembaca postingan ibu sy jd berkaca2,
BalasHapusApalagi membaca tentang rumah sakit,
Sy masih trauma rumah sakit,baru2 ini baru plg dari rs.
Semoga dikasi kesehatan untuk kita semua aamiin
Amin, ananda. Kematian adalah hal yang menyedihkan bagi keluarga yang ditinggalka. Hanya iman yang membentengi agar kita tidak larut dan tenggelam pada kesedihan, hingga merusak diri sendiri.
HapusSemoga yang ditinggalkan diberi kesabaran ya mak Nur.ikut terharu bacanya, 27 tahun tentu saja bukan waktu yang singkat buat kebersamaan..
BalasHapusAmin, ananda Enny. Terima kasih doanya. Yang namanya suami, bapaknya anak2, jangankan 27 tahun, 5 tahun saja terasa canggung saat salah satunya pergi. Terima kasih juga apresiasinya. Salam sehat untuk keluarga di sana ya.
HapusBegitulah kehidupan..ujian dan cabaran akan berterusan hingga kahir hayat
BalasHapusSemoga begitulah, Temanku mrhanafi. Karena tiada lain yang bisa kita lakukan selain bersabar.Terima kasih telah singgah.
Hapus